35 Perusahaan Tak Patuh
Kesadaran perusahaan di Kaltim terhadap lingkungan masih banyak yang buruk. Tercatat 35 perusahaan dapat rapor hitam dan merah. Perusahaan terburuk didominasi sektor tambang batu bara. Namun, yang cukup mengejutkan adalah, RSUD dr Abdul Rivai di Berau dapat rapor merah.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim Riza Indra Riadi mengatakan, tingkat kepatuhan perusahaan-perusahaan di provinsi ini terhadap aspek lingkungan masih meresahkan. Tergambar dari program peringkat kinerja perusahaan (Proper) dalam pengelolaan lingkungan hidup 2013-2014 masih banyak yang tidak taat. “Yang peringkat hitam ada empat,” ungkap Riza, di ruang kerjanya, kemarin (5/6).
Dari 227 perusahaan tambang batu bara, industri, jasa, minyak dan gas bumi (migas), dan manufaktur, termasuk industri minyak kelapa sawit, hutan alam, dan hutan tanaman, empat perusahaan dapat peringkat hitam. Keempat perusahaan ini bergerak di sektor tambang batu bara. Berasal dari Berau, Penajam Paser Utara (PPU), Paser, dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Sedangkan peringkat merah didapatkan 31 perusahaan. Tetap didominasi bisnis batu bara dengan Kukar sebagai penyumbang terbanyak, diikuti Samarinda, Paser, dan Bulungan. Sisanya adalah industri dan minyak kelapa sawit di Kukar, Kutai Timur, Paser, Berau, dan Bulungan. Namun yang cukup mengejutkan adalah RSUD di Berau yang dapat proper merah. Padahal, rumah sakit lain umumnya, seperti RSUD IA Moeis dan RSUD AW Sjahranie di Samarinda, serta sejumlah rumah sakit di kota lain, dapat proper biru.
Bagi perusahaan penerima proper hitam, direkomendasikan Pemprov Kaltim kepada pemberi izin, dalam hal ini Bupati/Wali kota, untuk dicabut izinnya. Adapun, kata Riza, sejauh ini sudah ada 11 izin usaha pertambangan (IUP) di Samarinda telah dicabut, sementara Kukar ada 10. Daerah disebut tak dapat sembarangan karena bisnis pertambangan kini dalam pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebagai informasi, perusahaan peraih proper merah dan hitam merupakan perusahaan yang belum taat terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan, peringkat biru merupakan perusahaan yang taat. Peringkat hijau dan emas diperuntukkan bagi perusahaan yang
mengelola lingkungan lebih dari persyaratan.
Perusahaan peringkat emas, hijau, dan biru mendapatkan insentif reputasi sedangkan merah dan hitam disinsentif reputasi. “Dalam proper ini, yang diperhatikan adalah izin perusahaan, Amdal (Analisis mengenai Dampak Lingkungan), izin pembuangan limbah, izin pemanfaatan B3 (bahan berbahaya dan beracun), dan semua administrasi di atas kertas,” terang Riza.
Sementara dari aspek teknis, penilaian dilakukan terhadap pengendalian pencemaran dan kerusakan, tingkat pencemaran air limbah oleh kerusakan akibat pembukaan lahan, juga pengendalian limbah B3. “Diperhatikan pemanfaatan bahan berbahaya racun yang sifatnya meracuni ini bisa dikelola. Sedangkan aspek berikutnya adalah CSR (corporate social responsibility),” tuturnya.
Dari situ, aspek demi aspek dirinci dan mendapat penilaian. Dari skoring tersebut, ditetapkan peringkat perusahaan. “Secara umum perusahaan terbantu karena terpacu melakukan good mining practice. Termasuk oleh HTI, HPH, dan lainnya dalam melakukan kaidah lingkungan sesuai amdal,” terangnya.
Adapun proper merupakan program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup, berupa pengawasan dan pemberian insentif atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan. Kriteria penilaian proper tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 06/2013.
Dikonfirmasi, Direktur RSUD dr Abdul Rivai Berau, dr Ernawati, mengaku belum tahu terhadap hasil proper merah yang diterima rumah sakit tersebut. Kendati demikian, RSUD ini disebut telah berbenah dan lebih baik dari tahun sebelumnya. “Mungkin (dapat proper merah) karena masalah ada izin yang belum selesai tapi saya lupa persisnya,” ucapnya ketika dihubungi via jaringan seluler, kemarin sore. [] RedFj/KP