48 Narapidana High Risk Jawa Timur Dipindahkan ke Lapas Karanganyar Nusakambangan
SURABAYA – Sebanyak 48 narapidana kategori high risk (risiko tinggi) di Jawa Timur dipindahkan ke Lapas High Risk Karanganyar, Nusakambangan, Jawa Tengah, untuk menjaga kondusivitas di dalam lapas.
Pelaksanaan pemindahan 48 orang narapidana dilakukan dengan transit terlebih dahulu di Lapas Pemuda kelas II A Madiun di Jalan Yos Sudarso Kota Madiun.
Pemberangkatan dipimpin langsung Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Jatim, Heri Azhari dalam upaya keamanan dari risiko gangguan stabilitas dalam lapas.
“Mayoritas merupakan narapidana kasus narkoba ada 43 orang,” ujar Heri.
Selain narapidana kasus narkoba, terdapat tiga orang narapidana dengan kasus pencurian dan perampokan. Sedangkan narapidana dengan kasus pembunuhan dan perlindungan anak masing-masing 1 orang.
“Semuanya berasal dari tujuh lapas besar di Jatim dan merupakan bagian dari upaya menjaga keamanan dan ketertiban di dalam lapas,” tutur Heri.
Sementara itu, Kakanwil Kemenkumham Jatim Heni Yuwono mengatakan bahwa narapidana yang dipindahkan memiliki rekam jejak yang berpotensi mengganggu stabilitas di lapas asal.
Jika dikelompokkan berdasarkan lapas asal, Lapas Pemuda Madiun menyumbang paling banyak dengan 18 narapidana, Lapas Kelas I Madiun dengan 14 orang dan Lapas I Surabaya dan Lapas Pamekasan masing-masing menyumbangkan enam narapidana.
Masing-masing dua orang narapidana dipindahkan dari Lapas Sidoarjo dan Lapas Narkotika Pamekasan. Sedangkan Lapas I Malang menyumbangkan satu narapidana yang ikut dalam rombongan. Dengan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, diharapkan bisa lebih terkontrol dalam pengawasan.
“Dengan dipindahkan ke Nusakambangan, diharapkan pengawasan terhadap mereka lebih terkontrol,” ujar Heni.
Heni menjelaskan, para napi ini akan menempati kamar one man one cell. Artinya dalam satu kamar hanya diisi satu napi dengan pengamanan super ketat.
Heni menerangkan, puluhan napi yang dipindahkan ke lapas dengan pengamanan maksimal itu sudah berdasarkan penilaian selama mereka menjalani masa penahanan. Saat berada di dalam lapas, kelakuan mereka dinilai tidak bertambah baik, sehingga mereka dipindahkan.
“Mereka sebelumnya sudah dilakukan asesmen penilaian terhadap warga binaan. Jadi mereka selama pembinaan menurut pengamatan kami tidak mengikuti program kerja yang sudah kami laksanakan dan pembinaan. Sehingga, kami memindahkan ke lapas yang levelnya lebih tinggi yaitu super maximum security. Kalau yang di kewilayahan yaitu levelnya medium security,” katanya. []
Nur Quratul Nabila A