6.000 Tanda Tangan Menolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto Diserahkan ke Kemensos RI

JAKARTA – Pro dan kontra mengenai wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, terus mencuat ke ruang publik. Kali ini, penolakan tegas disuarakan oleh Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (GEMAS) yang menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Sosial RI, Jakarta, pada Kamis (15/5/2025).
Dalam aksi tersebut, sejumlah tokoh dan perwakilan organisasi masyarakat sipil hadir menyampaikan aspirasi. Antara lain Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, Bivitri Susanti selaku pakar hukum tata negara, serta perwakilan dari KontraS, Imparsial, LBH Jakarta, dan korban pelanggaran HAM masa lalu seperti Bedjo Untung, yang merupakan penyintas tragedi 1965.
GEMAS menilai bahwa sosok Soeharto tidak memenuhi syarat moral dan historis untuk dianugerahi gelar kehormatan negara tertinggi tersebut. Dalam audiensi resmi dengan Menteri Sosial Saifullah Yusuf, mereka menyerahkan tiga dokumen utama yang berisi kajian historis, hukum, dan etika, termasuk data internasional yang menunjukkan dugaan korupsi besar selama pemerintahan Orde Baru.
“Menurut data dari Bank Dunia dan Transparency International, total kerugian negara akibat dugaan korupsi era Soeharto mencapai lebih dari 419 juta dolar AS. Bahkan saat meninggal dunia, beliau masih berstatus tersangka dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan yayasan,” tegas Usman Hamid.
Selain aspek korupsi, GEMAS juga mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi secara sistemik di bawah rezim Soeharto. Hal ini mencakup tragedi 1965, penghilangan paksa aktivis 1997–1998, pembungkaman media, serta represi terhadap oposisi politik.
Dalam pertemuan tersebut, GEMAS juga menyerahkan petisi penolakan dengan lebih dari 6.000 tanda tangan dari masyarakat sipil, serta pernyataan sikap dari 27 organisasi internasional.
“Jika masyarakat bisa mengusulkan gelar Pahlawan Nasional, maka masyarakat juga berhak menyatakan penolakan atas usulan yang bertentangan dengan nilai keadilan,” ujar Jane Rosalina, juru bicara GEMAS.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Ipul, merespons aksi tersebut dengan menyatakan bahwa seluruh masukan akan disampaikan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pahlawan Nasional (TP2GP).
“Usulan pemberian gelar kepada Soeharto datang dari pemerintah daerah dan telah melalui prosedur administratif. Namun, semua masukan, termasuk yang datang hari ini, akan kami pertimbangkan secara objektif,” ucapnya.
Staf Khusus Menteri Sosial, Abdul Malik Haramain, menambahkan bahwa proses seleksi selalu dilakukan dengan pertimbangan multidisipliner.
“Keputusan tidak diambil secara tergesa-gesa. Tim pengkaji terdiri dari sejarawan, akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintah, yang akan menilai dari berbagai aspek: sejarah, hukum, etika, dan kontribusi terhadap bangsa,” ujarnya.
Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sebelumnya menuai tanggapan luas di masyarakat. Sebagian kalangan menilai jasa pembangunan dan stabilitas ekonomi Orde Baru sebagai dasar pengajuan gelar.
Namun, tak sedikit yang menolak atas dasar pelanggaran HAM dan korupsi yang menyertai masa pemerintahannya. Proses penilaian kini berada di tangan tim pengkaji, yang hasilnya akan ditentukan menjelang peringatan Hari Pahlawan Nasional pada November mendatang. []
Nur Quratul Nabila A