Wamenaker Desak Transparansi Hukum atas Dugaan Pelecehan Seksual Eks Rektor UP

JAKARTA – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel, menegaskan pentingnya transparansi dalam proses hukum terhadap dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), ETH.
Pernyataan tersebut disampaikan Noel seusai audiensi dengan pihak kampus dan korban di Gedung Rektorat UP, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Ia menekankan bahwa negara harus hadir dalam mengawal penanganan kasus kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan tinggi.
“Tugas kita sebagai negara untuk mendorong agar proses hukum ini berjalan secara transparan. Jangan dibiarkan, karena jika tidak, sama saja membiarkan pelecehan-pelecehan seksual lainnya terjadi di kampus-kampus,” ujar Noel.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil audiensi, korban tidak hanya mengalami pelecehan seksual, tetapi juga mendapatkan hinaan dari ETH.
“Ini juga penghinaannya banyak. Sudah dilecehkan secara seksual, kemudian difitnah dengan sebutan ‘ani-ani’,” tambahnya.
Noel juga menyatakan bahwa pihak Rektorat UP dan yayasan telah menyatakan kesepakatan agar kasus tersebut diproses secara hukum hingga tuntas.
“Yayasan mempertegas posisinya bahwa kasus ini harus diselesaikan melalui jalur hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan, langkah ini sekaligus membantah isu yang menyebutkan bahwa yayasan kampus melindungi pelaku.
“UP menegaskan komitmennya melawan kejahatan seksual dengan memberhentikan rektor lamanya sebagai bentuk sikap,” imbuh Noel.
Sebelumnya, ETH dilaporkan oleh dua orang korban atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada 2019 dan 2024. Kedua korban merupakan pegawai swasta dari perusahaan yang pernah bekerja sama dengan UP. ETH diduga menyalahgunakan jabatannya untuk melakukan pelecehan dalam dua kesempatan berbeda.
Laporan resmi telah diterima oleh Bareskrim Polri dengan nomor STTL/196/IV/2025/BARESKRIM. Selain ke Bareskrim, ETH juga telah lebih dahulu dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 oleh korban berinisial RZ dan DF.
Namun hingga berita ini ditulis, penyidikan di Polda Metro Jaya belum menetapkan tersangka. ETH kini dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan pemicu seruan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), agar negara tidak abai terhadap kekerasan seksual di institusi pendidikan. Pemerintah diharapkan dapat memastikan bahwa setiap pelaporan ditindaklanjuti secara objektif, cepat, dan adil. []
Nur Quratul Nabila A