Bali Terapkan Bebas AMDK Plastik Sekali Pakai pada 2026, UMKM Hadapi Tantangan Implementasi

DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali menetapkan target ambisius untuk bebas dari penggunaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berbahan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter mulai tahun 2026. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih.

Langkah ini merupakan kelanjutan dari upaya berkelanjutan Pemerintah Provinsi Bali dalam mengatasi permasalahan sampah plastik, khususnya di sektor konsumsi publik dan kegiatan keagamaan yang melibatkan penggunaan plastik sekali pakai dalam skala besar.

Namun, kebijakan tersebut menuai beragam respons, khususnya dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Mang Arik, seorang pedagang makanan di kawasan Lapangan Puputan, mengaku keberatan dengan aturan tersebut, terutama dalam operasional harian yang melibatkan penyediaan air minum bagi konsumen.

“Kalau semua harus pakai ukuran 1 liter, berat dan tidak praktis bagi kami yang berjualan di tempat umum. Belum lagi pembeli yang uangnya hanya cukup untuk beli air ukuran kecil, bagaimana solusinya?” ujarnya, Rabu (21/5/2025).

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata, mengakui bahwa penerapan larangan plastik sekali pakai lebih menantang di pasar tradisional dibandingkan dengan pusat perbelanjaan modern. Menurutnya, karakter pasar tradisional yang masih sangat bergantung pada kemasan sekali pakai menimbulkan kompleksitas tersendiri.

“Di pasar modern bisa cepat diterapkan karena mereka punya sistem. Tapi di pasar tradisional, butuh pendekatan bertahap. Kita akan kumpulkan pengelola pasar untuk memperkuat sosialisasi,” ungkapnya.

Gubernur Bali, I Wayan Koster, sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah kebijakan penting yang menjadi dasar peraturan ini, antara lain Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai, serta Pergub Nomor 47 Tahun 2019 mengenai Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.

SE Nomor 9 Tahun 2025 merupakan penguatan terhadap regulasi sebelumnya, yang bertujuan membangun budaya bersih dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga lingkungan Bali, termasuk dalam pelaksanaan upacara adat yang kerap menimbulkan sampah plastik dalam jumlah besar.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Pemprov Bali juga telah menetapkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. Strategi ini dinilai penting karena banyak aktivitas sosial dan keagamaan masyarakat Bali dilaksanakan di tingkat desa.

Dengan adanya payung hukum yang komprehensif, pemerintah berharap Bali dapat menjadi provinsi percontohan dalam pengelolaan sampah plastik, tanpa mengabaikan keberlanjutan ekonomi masyarakat kecil.

“Prinsip kami jelas: gerakan ini bukan untuk menghukum, tetapi untuk mendidik dan membangun kesadaran. Kita tidak bisa menunda lagi jika ingin menjaga warisan alam dan budaya Bali,” pungkas Ngurah Wiryanata. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *