Video Kekerasan Siswi SMPN 6 Samarinda Viral, Sekolah tegaskan Bukan Perundungan

SAMARINDA — Sebuah video yang menampilkan aksi kekerasan fisik antar siswi di SMP Negeri 16 Samarinda, Kalimantan Timur, viral di media sosial dan memicu keprihatinan publik.
Insiden tersebut terjadi pada Selasa, 20 Mei 2025, usai jam pelajaran, dan melibatkan sejumlah siswi yang saat ini tengah menempuh pendidikan di sekolah yang sedang direlokasi ke SD 027 Sungai Kunjang akibat renovasi bangunan.
Video berdurasi 1 menit 15 detik itu memperlihatkan dua siswi berpakaian batik sekolah dipukul dan ditendang oleh beberapa rekannya. Aksi tersebut terekam oleh salah satu siswa dan kemudian tersebar luas melalui berbagai platform digital.
Wakil Kepala SMPN 16 Samarinda Bidang Kesiswaan, Nurul Aini, menyatakan bahwa peristiwa itu tidak terjadi dalam jam sekolah, melainkan setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Ia menjelaskan bahwa karena keterbatasan fasilitas akibat relokasi, pihak guru tidak mengetahui kejadian tersebut secara langsung.
“Sekolah kami masih dalam tahap pembangunan dan saat ini menumpang di SD 027. Kejadiannya setelah jam pelajaran selesai, sekitar pukul 17.00 WITA,” kata Nurul, Kamis (22/5/2025).
Menurut klarifikasi pihak sekolah, perkelahian itu diduga dipicu oleh perselisihan terkait iuran untuk latihan menari dalam rangka program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Setiap siswa diminta untuk menyumbang Rp5.000 guna menyewa studio tari. Namun, dua siswi kembar menolak ikut iuran, yang kemudian memicu ejekan bernada menghina dari beberapa teman mereka.
“Mulanya mereka saling olok-olok di grup WhatsApp. Dua anak itu tidak ikut iuran lalu diejek ‘dasar miskin’. Itu memicu kemarahan,” ujar wali kelas dari salah satu korban.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa para siswa memiliki grup percakapan pribadi di luar pantauan wali kelas, tempat pertengkaran bermula. Setelah itu, mereka sepakat untuk “menyelesaikan” perselisihan dengan bertemu langsung di sekolah yang telah kosong pada sore hari.
Menanggapi viralnya video dan tudingan adanya perundungan, pihak sekolah menegaskan bahwa insiden tersebut adalah perkelahian dan bukan aksi bullying sistematis.
“Bukan perundungan. Ini perkelahian antar siswi karena saling ejek,” tegas Nurul.
Ia menambahkan bahwa korban telah mengalami luka lebam ringan, namun kondisi keduanya telah ditangani. Pihak sekolah juga telah memanggil orang tua siswa yang terlibat dan memediasi penyelesaian secara kekeluargaan.
Meski sempat memicu kemarahan publik, pihak sekolah menyatakan bahwa kasus telah diselesaikan dengan mediasi antara pihak keluarga korban dan pelaku. Hingga kini, belum ada proses hukum yang dilaporkan kepada kepolisian.
“Anak-anak sudah dipertemukan, orang tua juga sudah kami libatkan. Diselesaikan secara kekeluargaan,” pungkas Nurul.
Insiden ini menambah daftar panjang kasus kekerasan antar pelajar di Indonesia dan menjadi pengingat pentingnya penguatan pendidikan karakter serta pengawasan terhadap interaksi daring siswa di luar lingkungan sekolah. []
Nur Quratul Nabila A