Eks Lokalisasi Pembatuan Masih Beroperasi Diam-diam, Pemeriksaan kesehatan PSK Terhenti

BANJARBARU – Meski telah resmi ditutup, praktik prostitusi di kawasan eks lokalisasi Pembatuan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ternyata masih berlangsung. Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya aktivitas pekerja seks komersial (PSK) di lokasi tersebut oleh petugas Satpol PP Kota Banjarbaru.

Namun, sejak penutupan resmi kawasan tersebut, pemantauan terhadap kesehatan para PSK tidak lagi dilakukan secara rutin oleh pihak berwenang. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjarbaru menyatakan tidak dapat lagi mengakses lokasi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan maupun edukasi pencegahan penyakit menular seksual.

“Saat masih berstatus lokalisasi, kami bisa rutin masuk ke sana untuk melakukan tes kesehatan, kampanye kondom, dan pemeriksaan tiga bulan sekali. Tapi setelah ditutup, kami tidak tahu lagi harus ke mana,” ungkap Sekretaris KPA Banjarbaru, Edi Sampana, Kamis (22/5/2025).

Menurut Edi, sebelum ditutup, pihaknya mampu memeriksa sekitar 250 PSK secara rutin. Namun saat ini, banyak PSK enggan menjalani pemeriksaan, bahkan menolak kehadiran tim KPA.

“Pernah kami coba masuk lagi, tapi mereka bilang, ‘Untuk apa? Sudah bubar.’ Secara hukum (de jure) memang ditutup, tapi secara praktik (de facto) masih berjalan. Sayangnya, kami tidak punya akses lagi,” jelasnya.

Ia menambahkan, terakhir kali KPA Banjarbaru melakukan tes kesehatan terhadap PSK di Pembatuan adalah dua tahun lalu. Selain faktor penolakan dari pihak PSK, keterbatasan anggaran juga menjadi kendala utama.

Ketidakterpantauan kondisi kesehatan PSK, lanjut Edi, berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Namun, ia menekankan bahwa stigma terhadap PSK sebagai penyebar utama penyakit tersebut tidak sepenuhnya tepat.

“Yang menyebarkan penyakit bukan WTS-nya, tapi laki-laki yang tidak setia. Mereka yang berpindah-pindah pasangan tanpa menggunakan kondom,” tegasnya.

Edi menjelaskan, PSK umumnya bersikap pasif dan hanya menunggu. Justru klien pria yang melakukan hubungan seks dengan banyak PSK berpotensi tertular dari salah satu yang positif, lalu menularkan kepada pasangan lain, termasuk istrinya di rumah.

“Buktinya, jumlah ibu rumah tangga yang tertular HIV justru lebih tinggi dibandingkan dengan WTS. Ini menunjukkan pola penularan bukan hanya dari lokalisasi,” ujarnya.

Dengan situasi ini, Edi berharap ada perhatian lebih dari pemerintah dan pemangku kebijakan untuk menyusun strategi baru dalam penanganan HIV/AIDS di luar lokalisasi, terutama pada populasi tersembunyi yang semakin sulit dijangkau pascapenutupan resmi lokalisasi. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *