Sidang Kasus Bullying PPDS Undip Ungkap Praktik Pungli, Intimidasi, dan Kekerasan Psikis

Mengenakan masker terdakwa Zara Yupita Azzra sesaat setelah mengikuti sidang kasus perundungan terhadap yuniornya ARL mahasiswi program pendidikan dokter spesialis Universtias Diponegoro di Pengadilan Negeri Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/5/2025). Tiga terdakwa antara lain Zara Yupita, Sri Maryani dan Taufik Eko Nugroho mulai menjalani sidang pertama terkait pemerasan, penipuan, dan pengancaman terhadap mendiang ARL (30) mahasiswi PPDS Anastesi Undip. Kompas/Raditya Mahendra Yasa 26-05-2025 *** Local Caption ***

SEMARANG – Sidang lanjutan kasus dugaan bullying yang berujung pada kematian dr Aulia Risma Lestari, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip), kembali digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (26/5/2025).

Persidangan mengungkap sejumlah fakta terkait praktik pungutan liar (pungli), kekerasan psikis, hingga intimidasi yang dialami para mahasiswa program tersebut.

Tiga terdakwa dihadirkan, yakni mantan Ketua Program Studi Anestesiologi FK Undip dr Taufik Eko Nugroho, staf administrasi Sri Maryani, dan dokter senior Zara Yupita.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Shandy Handika dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang menyatakan, terdakwa Taufik didakwa memungut dana operasional pendidikan tanpa dasar hukum dari mahasiswa PPDS selama kurun 2018 hingga 2023 dengan total mencapai Rp2,4 miliar.

“Setiap mahasiswa diwajibkan membayar Rp80 juta untuk kebutuhan ujian dan akademik. Dana dikumpulkan melalui bendahara angkatan dan diserahkan kepada Sri Maryani secara tunai,” ujar Shandy dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Muhammad Djohan Arifin.

Dana yang terkumpul disebutkan tidak disalurkan melalui rekening resmi universitas, melainkan dicatat dalam buku tulis bersampul batik milik Sri Maryani. Dari jumlah tersebut, Taufik diduga menggunakan Rp177 juta untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, terdakwa Zara Yupita didakwa melakukan kekerasan dan pemaksaan terhadap junior, termasuk kepada almarhumah Aulia. Zara disebut menarik dana sebesar Rp88 juta dari dokter junior untuk membayar joki tugas akademik miliknya.

Ia juga menyampaikan doktrin internal melalui Zoom yang menyatakan bahwa “senior tidak pernah salah” dan “dokter junior dilarang mengeluh.”

Jaksa menilai doktrin dan relasi kuasa tersebut membentuk iklim kekerasan psikologis yang menekan para peserta didik. Almarhumah Aulia, yang menjabat sebagai bendahara angkatan 77, disebut mengumpulkan dana iuran hingga Rp864 juta, termasuk untuk konsumsi senior dan kebutuhan informal lainnya.

Tak hanya itu, evaluasi yang digelar angkatan 76 terhadap angkatan 77 pada Juli 2022 disebut sarat kekerasan fisik. Aulia dan rekan-rekannya dihukum berdiri selama satu jam dan difoto, yang kemudian dilaporkan ke grup senior.

“Terdakwa Zara bahkan mengancam akan mempersulit kehidupan almarhumah Aulia jika dirinya atau senior lain menerima hukuman karena kesalahan Aulia,” jelas jaksa.

Shandy menegaskan bahwa tekanan psikis dan intimidasi yang terus-menerus membuat Aulia kehilangan rasa percaya diri, mengalami ketakutan mendalam, hingga depresi berat yang mengarah pada dugaan bunuh diri pada Agustus 2024 lalu.

Para terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dikenakan, dan sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi serta alat bukti lainnya. Ketiganya terancam pidana sesuai Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 tentang penipuan, dan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *