Pemprov Ubah Jam Kerja, DPRD: Jangan Langgar Aturan Pusat

SAMARINDA – Penyesuaian jam kerja yang diberlakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mulai 1 Juni 2025 menuai perhatian dari berbagai pihak, termasuk lembaga legislatif daerah. Kebijakan ini ditetapkan melalui Surat Edaran Nomor: 000.8/3/1288/B.ORG-Tu/2025 dan berlaku bagi seluruh perangkat daerah di lingkungan Pemprov Kaltim.
Langkah tersebut mengubah jam masuk Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi lebih pagi, yakni pukul 07.30 Wita. Dari Senin hingga Kamis, jam kerja berlangsung hingga pukul 16.00 Wita, sedangkan pada hari Jumat hanya sampai pukul 11.00 Wita. Meskipun sistem kerja lima hari tetap dipertahankan, kebijakan ini menandai penyesuaian signifikan dalam pola kerja ASN di daerah tersebut.
Merespons hal itu, anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin, menyampaikan pandangannya. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut tidak menjadi masalah selama tetap merujuk pada ketentuan dari pemerintah pusat dan tidak mengabaikan hak-hak ASN.
“ASN ini mengacu pada aturan yang kedudukannya lebih tinggi tentu diatur oleh pemerintah pusat. Kalau Kaltim sendiri mau bertindak tidak berdasarkan aturan kerja secara nasional, tentu masyarakat mengkomplain dan tidak bisa juga kewenangan itu serta merta menetapkan, karena ada acuannya secara nasional sama jam kerjanya,” ujarnya saat diwawancarai di Samarinda, Selasa (03/06/2025).
Menurut Jahidin, penetapan jam kerja ASN sejatinya sudah lama diatur secara nasional oleh pemerintah pusat. Hal itu mencakup hari kerja lima hari dalam seminggu dengan total durasi kerja 37 jam 30 menit, serta penetapan hari Sabtu sebagai hari libur nasional bagi ASN.
“Sejak zaman dulu Sabtu sudah libur, Jumat dibatasi dan tentu acuannya dari pemerintah pusat. Kalau adanya ide Gubernur seperti itu, tentu tidak terlepas dari koordinasi dengan pemerintah pusat,” tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Lebih lanjut, Jahidin mengungkapkan bahwa konsistensi waktu kerja penting agar tidak menimbulkan perbedaan yang mencolok antarwilayah, terutama dalam pelayanan publik dan sistem birokrasi nasional yang saling terhubung.
“Sesungguhnya kami dukung, tetapi kebijakan itu kembali lagi ke Pemerintah Pusat. Karena terkait dengan jam kerja ini harus seragam seluruh Indonesia, termasuk ASN dan anak sekolah. Dan ini kewenangan daripada pemerintah yang merupakan itu diatur secara vertikal, bukan daerah sendiri yang punya aturan itu,” tuturnya.
Dengan adanya tanggapan dari DPRD, penyesuaian jam kerja ini diharapkan tetap berjalan sesuai prosedur dan tidak bertentangan dengan ketentuan nasional. Koordinasi antara daerah dan pusat menjadi kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang harmonis.
Penulis: Slamet