Cuaca Ekstrem Picu Banjir dan Longsor

SAMARINDA – Bencana hidrometeorologis kembali mengancam Kota Samarinda, Kalimantan Timur, seiring meningkatnya intensitas hujan dan fenomena pasang sungai yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Genangan air dengan ketinggian antara 50 hingga 100 sentimeter dilaporkan melumpuhkan sejumlah kawasan. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan curah hujan mencapai 50 hingga 85 milimeter per jam, yang dinilai cukup ekstrem.
Namun, persoalan banjir kali ini tidak hanya disebabkan oleh faktor cuaca. Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Sugiono, menegaskan bahwa kondisi diperburuk oleh pasang besar Sungai Mahakam, yang menyebabkan air dari anak-anak sungai tertahan dan meluap ke permukiman.
“Terjadi hujan yang tidak normal dan pasang besar di Sungai Mahakam ini mengakibatkan air tertahan sehingga masih terjadi genangan air di beberapa titik di Samarinda,” ungkap Sugiono saat diwawancarai media di Samarinda, Rabu (4/6/2025).
Sugiono juga menyinggung potensi bahaya lain yang menyertai banjir, yakni tanah longsor. Salah satu lokasi terdampak adalah Jalan Grilya, yang mengalami longsor akibat tanah jenuh air. Ia mengimbau warga yang tinggal di lereng atau kawasan rawan longsor agar lebih waspada dan mematuhi arahan dari aparat di lapangan.
“Dihimbau warga untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari petugas di lapangan, terutama bagi yang tinggal di wilayah rawan tanah longsor serta menyadari untuk tidak mendirikan bangunan di lereng tebing dapat dihindari,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sugiono meminta Pemerintah Kota Samarinda agar bertindak cepat dan mengerahkan semua sumber daya yang ada untuk mengurangi risiko bencana. Edukasi publik juga dinilainya penting agar masyarakat dapat mengenali potensi bahaya sedini mungkin.
“Mudah-mudahan ke depan tidak ada korban jiwa dan kami akan berusaha bagaimana menjaga hal yang tidak kita inginkan,” tutupnya.
Situasi ini kembali memperlihatkan bahwa pengelolaan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga perlu keterlibatan aktif dari masyarakat dan lembaga lainnya. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di wilayah urban yang kian padat dan rentan seperti Samarinda.
Penulis: Slamet