Akses Layanan Korban Kekerasan Diperluas hingga Wilayah Pedalaman

ADVERTORIAL – Upaya membangun sistem perlindungan korban kekerasan seksual di Kalimantan Timur terus diperkuat melalui pendekatan holistik dan kolaboratif. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kalimantan Timur memantapkan diri sebagai simpul koordinasi lintas sektor yang tidak hanya melayani pengaduan, tetapi juga menyediakan layanan pemulihan dan edukasi masyarakat secara simultan.
Langkah ini menjadi krusial seiring diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menjadi landasan hukum pertama di Indonesia dalam menjamin hak-hak korban secara komprehensif. Kepala UPTD PPA Kaltim, Kholid Budhaeri, menyambut kehadiran UU ini sebagai momentum penting dalam membenahi sistem penanganan kekerasan seksual.
“Undang-Undang TPKS ini membawa angin segar, karena untuk pertama kalinya negara secara eksplisit mengakui dan menjamin hak-hak korban kekerasan seksual,” ujar Kholid dalam ujarnya dalam rilis yang disampaikan ke media ini terkait kegiatan Pelatihan Manajemen Kasus Kekerasan Seksual di Balikpapan, Kamis (12/06/2025).
Kholid menjelaskan bahwa meningkatnya laporan kekerasan seksual yang masuk ke UPTD PPA merupakan indikator positif bahwa masyarakat mulai mempercayai sistem perlindungan yang tersedia. Namun demikian, ia juga menggarisbawahi bahwa kepercayaan itu harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas kelembagaan.
Untuk itu, UPTD PPA Kaltim melakukan sejumlah penguatan, seperti penyediaan shelter aman bagi korban, layanan pendampingan hukum tanpa biaya, hotline pengaduan 24 jam, serta pelatihan rutin bagi petugas pendamping, khususnya di bidang psikologi korban.
“Korban sering datang dalam kondisi rapuh. Pendamping harus bisa menjadi pendengar yang tidak menghakimi. Pemulihan mereka dimulai dari kepercayaan,” tegasnya.
Meski sistem telah dibangun, hambatan geografis masih menjadi tantangan tersendiri, terutama di wilayah pedalaman Kaltim. Tidak semua korban tinggal di lokasi dengan akses mudah terhadap layanan psikologis dan hukum.
“Tidak semua korban tinggal di daerah dengan akses hukum dan layanan psikologis yang memadai. Ini yang membuat kerja sama lintas sektor menjadi sangat penting,” ujar Kholid.
Dalam menjawab kendala tersebut, UPTD PPA memperluas jangkauan dengan membangun kemitraan bersama aparat penegak hukum, psikolog, tenaga kesehatan, hingga tokoh masyarakat dan adat. Tujuannya agar penanganan korban mempertimbangkan nilai-nilai lokal dan konteks sosial yang ada.
Sementara itu, UPTD PPA juga menaruh perhatian serius terhadap aspek edukasi publik. Stigma sosial terhadap korban yang masih mengakar di masyarakat menjadi salah satu hambatan utama yang membuat korban enggan melapor.
“Banyak korban memilih diam karena takut disalahkan atau tidak dipercaya. Sosialisasi dan pendidikan publik menjadi strategi utama kami untuk membalik cara pandang ini,” kata Kholid.
Edukasi dilakukan secara konsisten ke berbagai kelompok masyarakat, termasuk sekolah, komunitas, dan institusi keagamaan. Dalam prosesnya, keluarga turut diajak untuk menjadi lapisan pertama perlindungan korban.
“Kita ingin membangun masyarakat yang paham bahwa korban tidak boleh disalahkan. Justru mereka harus dilindungi dan didengarkan,” lanjutnya.
Dengan sinergi layanan perlindungan, pemulihan korban, dan kampanye kesadaran publik, UPTD PPA Kaltim berharap dapat menghadirkan ekosistem sosial yang aman dan suportif bagi korban, terutama perempuan dan anak. “UPTD PPA akan selalu menjadi tempat berpulang bagi mereka yang mencari keadilan dan pemulihan,” pungkas Kholid.