WNI Ditahan Junta Myanmar, Dasco Usulkan OMSP sebagai Jalan Terakhir

JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sufmi Dasco Ahmad, mendorong pemerintah mempertimbangkan langkah operasi militer selain perang (OMSP) sebagai opsi terakhir dalam upaya membebaskan seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial AP yang saat ini mendekam di penjara Myanmar.
Usulan tersebut disampaikan Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Ia menyatakan bahwa mekanisme OMSP dapat digunakan jika jalur diplomasi yang telah ditempuh oleh pemerintah Indonesia tidak menghasilkan solusi konkret.
“Khusus untuk kasus di Myanmar, kita mendorong pemerintah untuk terus melakukan diplomasi. Namun, apabila diplomasi gagal, kami akan mendorong pemerintah untuk mengeluarkan opsi operasi militer selain perang,” ujar Dasco.
Lebih lanjut, Dasco menegaskan bahwa OMSP merupakan bagian dari tugas dan fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan peraturan pelaksana terbaru.
“OMSP itu dijamin dalam Undang-Undang TNI yang baru, dalam konteks perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri,” imbuhnya.
AP, yang dikenal sebagai figur publik di media sosial, ditangkap oleh otoritas junta militer Myanmar pada 20 Desember 2024.
Direktur Jenderal Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Judha Nugraha, menyampaikan bahwa selebgram tersebut telah divonis tujuh tahun penjara setelah menjalani proses hukum.
AP dituduh melanggar sejumlah peraturan di Myanmar, antara lain Undang-Undang Keimigrasian 1947, Undang-Undang Anti-Terorisme, dan Pasal 17(2) Unlawful Associations Act.
Ia disebut masuk ke wilayah Myanmar secara ilegal dan diduga menjalin komunikasi dengan kelompok bersenjata yang dicap sebagai organisasi terlarang oleh junta.
Saat ini, AP menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Insein Prison di Yangon.
Kementerian Luar Negeri RI menegaskan bahwa perlindungan terhadap AP terus dilakukan melalui jalur diplomatik. Nota diplomatik telah dikirimkan, dan akses kekonsuleran dilakukan secara berkala oleh Kedutaan Besar RI (KBRI) di Yangon.
“KBRI Yangon telah memberikan pendampingan hukum, memfasilitasi komunikasi antara AP dan keluarganya, serta menyampaikan permohonan pengampunan kepada otoritas Myanmar,” ujar Judha.
Upaya non-litigasi juga telah ditempuh dengan harapan pihak Myanmar memberikan pengampunan, terutama setelah putusan hukum terhadap AP dinyatakan inkrah.
“Kemenlu dan KBRI Yangon akan terus memantau kondisi WNI tersebut selama menjalani masa hukuman,” tegas Judha.
Meski begitu, usulan opsi OMSP menunjukkan bahwa pemerintah diharapkan dapat memiliki langkah taktis alternatif guna memastikan perlindungan maksimal terhadap seluruh warga negara Indonesia, termasuk mereka yang mengalami permasalahan hukum di luar negeri. []
Nur Quratul Nabila A