RUU Andalan Trump Terancam Gagal, Ditolak Sejumlah Politikus Partai Republik

WASHINGTON DC — Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan pengeluaran negara yang digadang-gadang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai “Big Beautiful Bill” menghadapi hambatan besar di Kongres.

Sejumlah anggota Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS secara terbuka menolak RUU tersebut, memicu potensi kegagalan pengesahan meski tenggat waktu yang ditetapkan Trump kian dekat.

RUU yang telah melalui tahap persetujuan Senat dengan selisih satu suara ini kini kembali ke DPR untuk mendapat pengesahan akhir atas revisi yang diajukan.

Namun, perpecahan internal Partai Republik memperpanjang debat hingga lebih dari tujuh jam, mencatat rekor sebagai pemungutan suara terlama dalam sejarah DPR AS.

“Kita akan mencapainya malam ini. Kita sedang mengerjakannya dan sangat, sangat optimistis tentang kemajuan kita,” ujar Ketua DPR AS Mike Johnson kepada wartawan, dikutip dari Politico.

RUU tersebut mencerminkan banyak janji kampanye Presiden Trump, termasuk peningkatan anggaran militer, pendanaan operasi deportasi massal, serta perpanjangan pemotongan pajak senilai USD 4,5 triliun. Namun, kritik tajam datang dari rekan satu partai sendiri.

Sejumlah anggota Partai Republik menyatakan kekhawatiran terhadap meningkatnya defisit anggaran, yang diperkirakan mencapai USD 3,4 triliun dalam satu dekade mendatang.

Mereka juga menyoroti pemangkasan drastis terhadap program asuransi kesehatan Medicaid—pemotongan terbesar sejak program ini diluncurkan pada 1960-an.

“Pemangkasan ini berpotensi menyebabkan 17 juta warga kehilangan asuransi kesehatan, dan menutup puluhan rumah sakit pedesaan,” demikian bunyi laporan analisis kebijakan yang dikutip sejumlah anggota DPR.

Trump, yang menargetkan pengesahan RUU ini sebelum Hari Kemerdekaan AS pada 4 Juli 2025, terus melakukan pendekatan personal kepada anggota Partai Republik.

Ia disebut menggelar pertemuan tertutup di Gedung Putih untuk menekan agar RUU segera disahkan.

Namun, resistensi terus menguat. Sebagian anggota khawatir dukungan terhadap RUU dapat mencederai peluang mereka dalam pemilu paruh waktu 2026, terutama jika pemilih menilai kebijakan ini merugikan rakyat kecil.

Pemimpin Minoritas DPR dari Partai Demokrat, Hakeem Jeffries, menyebut RUU ini sebagai “kejahatan menjijikkan” dan menyindir Partai Republik karena menyetujui rancangan yang menurutnya hanya menguntungkan kelompok kaya.

“Malu pada anggota Senat Partai Republik yang menyetujui kejahatan menjijikkan ini,” ujar Jeffries kepada wartawan.

Tokoh publik seperti Elon Musk pun angkat suara. Ia menyatakan mundur dari jabatan penasihat pemerintah sebagai bentuk protes terhadap isi RUU.

Musk menilai rancangan Trump justru memperburuk ketimpangan sosial dan memotong program penting demi subsidi bagi korporasi besar.

Sementara itu, Partai Demokrat telah menyatakan akan menggunakan RUU ini sebagai senjata politik untuk mendulang suara pada pemilu mendatang.

Menurut mereka, RUU tersebut merupakan bentuk nyata redistribusi kekayaan dari warga miskin ke warga terkaya di AS.

Dengan perpecahan tajam di tubuh Partai Republik, belum ada kepastian apakah RUU “Big Beautiful Bill” akan disahkan. Jika gagal, ini akan menjadi pukulan telak bagi agenda ekonomi Presiden Trump yang tengah mempersiapkan diri untuk maju kembali dalam pemilihan presiden 2028. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *