Tragedi Gili Trawangan: Dua Perwira Polisi Jadi Tersangka Penganiayaan Brigadir Nurhadi

LOMBOK — Tragedi mengoyak internal Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) setelah Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan tewas secara tak wajar.
Penyidik mengungkap, anggota kepolisian berpangkat brigadir itu diduga tewas akibat dianiaya dua atasannya sendiri saat menghadiri acara privat di Gili Trawangan pada April 2025.
Kejadian ini menyeret nama dua perwira polisi, yakni Kompol I Made Yogi Putusan Utama dan Ipda Haris Candra. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pihak kepolisian.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyampaikan bahwa insiden maut tersebut diduga dipicu oleh persoalan pribadi.
“Ada peristiwa almarhum mencoba untuk merayu dan mendekati rekan wanita salah satu tersangka. Itu ceritanya. Diduga merayu dan itu dibenarkan oleh saksi yang ada di TKP,” kata Syarif kepada wartawan, Senin (7/7/2025).
Peristiwa berdarah itu berlangsung di sebuah vila di Gili Trawangan, tempat mereka bertiga bersama seorang perempuan berinisial M mengikuti pesta privat. Brigadir Nurhadi sempat dikebumikan, namun kecurigaan atas penyebab kematiannya membuat polisi melakukan ekshumasi pada 1 Mei 2025.
Ahli forensik dari Universitas Mataram, Arfi Syamsun, mengungkapkan hasil autopsi yang menunjukkan adanya kekerasan fisik.
“Luka-luka itu ditemukan pada kepala, tengkuk, punggung, dan kaki kiri korban. Untuk luka memar atau resapan darah ditemukan pada bagian depan dan belakang kepala korban,” ujar Arfi.
Temuan paling mencolok adalah patahnya tulang hyoid—tulang yang berkaitan langsung dengan lidah—yang sering dikaitkan dengan tindakan pencekikan.
“Kalau tulang lidah yang mengalami patah, maka lebih dari 80 persen penyebabnya karena pencekikan atau penekanan pada area leher,” jelas Arfi.
Kedua tersangka kini dijerat Pasal 351 dan Pasal 359 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan kelalaian yang berakibat fatal. Keduanya terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Untuk memastikan validitas keterangan, penyidik memeriksa kedua tersangka dengan alat pendeteksi kebohongan (lie detector). Menurut Kombes Syarif, hasilnya menunjukkan indikasi kebohongan dari keduanya terkait kronologi kejadian.
“Masing-masing tersangka dilakukan pemeriksaan analisis di suatu tempat yang tenang. Secara umum hasilnya ada indikasi berbohong terkait dengan peristiwa yang terjadi,” ujar Syarif.
Penahanan terhadap Kompol Yogi dan Ipda Haris dilakukan setelah polisi memeriksa 18 saksi dan sejumlah ahli dari Laboratorium Forensik Bali dan ahli pidana.
Imbas kasus ini juga berdampak pada karier Kompol Yogi. Karo SDM Polda NTB, Kombes Pol I Wayan Gede Ardana, menyampaikan bahwa status Yogi sebagai calon peserta pendidikan Sespimmen (Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah) telah dibatalkan.
“Kompol Yogi itu, terkait permasalahan yang bersangkutan, untuk masalah Sespimmennya sudah dianulir, jadi tidak berangkat lagi,” kata Ardana.
Menurutnya, Yogi telah dinyatakan lulus dan dijadwalkan mengikuti gelombang kedua pendidikan tersebut. Namun karena keterlibatannya dalam kasus pembunuhan, haknya sebagai peserta langsung dicabut. []
Nur Quratul Nabila A