KPK Jerat 5 Tersangka Korupsi EDC BRI

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat Electronic Data Capture (EDC) berbasis Android di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Nilai kerugian negara akibat perkara ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 744 miliar.
“Dari fakta-fakta yang diperoleh, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dengan dugaan korupsi pengadaan EDC Android pada PT BRI tahun 2020–2024,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Kelima tersangka tersebut antara lain:
1. Catur Budi Hartono (Wakil Direktur Utama BRI 2019–2024)
2. Indra Utoyo (Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi BRI 2020–2021)
3. Dedi Sunardi (SEVP Management Aktiva dan Pengadaan BRI)
4. Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi/PCS)
5. Rudy S. Kartadidjaja (PT Bringin Inti Teknologi)
KPK mengungkap bahwa pengadaan EDC Android sejak awal telah diatur untuk memenangkan vendor tertentu. Elvizar, pemilik PT PCS, disebut menjalin komunikasi intensif dengan dua petinggi BRI, yakni Indra Utoyo dan Catur Budi Hartono, sejak 2019.
Dalam prosesnya, pemilihan penyedia dilakukan tanpa mekanisme lelang yang terbuka. Hanya dua merek—SUNY dan Veriphone—yang diuji kelayakan teknis, sedangkan merek lain seperti Nira, Ingenico, dan PAX tidak diberi kesempatan untuk bersaing.
“TOR-nya (kerangka acuan kerja) pun diubah agar hanya dua vendor itu yang lolos. Syarat teknis dibuat sedemikian rupa untuk mengarahkan ke pihak tertentu,” tegas Asep.
KPK juga menemukan bahwa harga pengadaan tidak berdasarkan harga dari prinsipal (produsen asli), melainkan hasil rekayasa vendor. Akibatnya, harga sewa dan beli EDC jauh di atas harga pasar.
Pengadaan EDC Android sepanjang 2021–2024 mencapai Rp 1,25 triliun, terdiri atas:
PT BRI IT: 85.195 unit senilai Rp 628,7 miliar
PT PCS: 100.244 unit senilai Rp 557,1 miliar
PT VPS: 14.628 unit senilai Rp 72,5 miliar
Meski sudah dikontrak, seluruh pekerjaan tersebut disubkontrakkan ke perusahaan lain.
“Mereka hanya bertindak sebagai perantara, pekerjaan tidak dikerjakan langsung,” kata Asep.
KPK mengungkap sejumlah bentuk gratifikasi dalam kasus ini. Catur Budi diduga menerima uang Rp 525 juta, seekor kuda, dan sepeda. Dedi Sunardi menerima sepeda senilai Rp 60 juta, sedangkan Rudy menerima aliran dana Rp 19,72 miliar dari pihak Veriphone.
Total kerugian negara yang dihitung oleh penyidik KPK bersama auditor mencapai Rp 744.540.374.314.
Kerugian dihitung berdasarkan selisih harga pengadaan dari vendor dengan harga langsung dari prinsipal.
“Nilai proyek mencapai Rp 2,1 triliun. Dari sana sekitar 33 persen diduga merugikan negara,” ujar Asep.
KPK menyampaikan apresiasi terhadap Direktorat Kepatuhan Internal BRI yang disebut turut mencegah kerugian negara yang lebih besar.
Dari nilai kontrak lanjutan tahun 2024 senilai Rp 3,1 triliun, baru terealisasi sekitar Rp 600 miliar.
“Masih ada sekitar Rp 2,3 triliun yang bisa diselamatkan karena belum terealisasi,” kata Asep.
Kelima tersangka dijerat dengan:
Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3
jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
KPK menyatakan akan terus menggali aliran dana dan mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Penelusuran aset untuk pengembalian kerugian negara (asset recovery) akan menjadi prioritas selanjutnya. []
Nur Quratul Nabila A