DPRD Kaltim Dorong Pendidikan Berbasis Keadilan dan Teknologi

ADVERTORIAL – Wacana pembaruan regulasi pendidikan di Kalimantan Timur tidak hanya mencerminkan arah kebijakan politik, tetapi juga merefleksikan harapan warga atas pendidikan yang lebih merata, inklusif, dan manusiawi. Hal itu terlihat dalam Rapat Paripurna ke-22 Masa Sidang II Tahun 2025 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur yang digelar pada Rabu (09/07/2025) di Gedung Utama Kompleks DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, memaparkan secara rinci nota penjelasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Rancangan ini merupakan inisiatif DPRD sebagai respons terhadap kebutuhan riil masyarakat akan pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek administratif, tetapi juga nilai kemanusiaan.
“Pendidikan bukan hanya soal sekolah dan kelulusan, tapi tentang membentuk manusia yang berkarakter, adaptif terhadap zaman, dan siap menghadapi tantangan masa depan, termasuk pembangunan Ibu Kota Negara,” ujar Baharuddin, yang juga politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Ranperda ini dirancang untuk menggantikan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2016 yang dianggap sudah tidak relevan. Dalam penjelasannya, Baharuddin menekankan pentingnya menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan sosial masyarakat.
“Peraturan yang kita miliki tidak lagi mampu mengakomodasi kebutuhan akan pendidikan berbasis teknologi, partisipasi aktif masyarakat, dan perlindungan yang layak bagi para guru,” jelasnya.
Ranperda ini terdiri atas 17 bab dan 90 pasal, mencakup antara lain pengelolaan pendidikan, pendidikan inklusif, hingga alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi. Tak hanya soal angka, rancangan ini juga menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat.
“Kami ingin Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tak hanya simbolik. Mereka harus berdaya, punya suara, dan ikut mengawasi jalannya pendidikan,” tuturnya.
Baharuddin menyoroti ketimpangan layanan pendidikan yang masih menjadi persoalan besar di Kalimantan Timur, terutama di daerah pedalaman dan terpencil. Baginya, pendidikan tak boleh hanya menjadi hak istimewa warga kota.
“Masih ada kesenjangan nyata antara kota dan pedalaman, pusat dan daerah terpencil. Kita ingin pendidikan hadir merata, adil, dan bermartabat,” ungkapnya.
Perhatian juga diberikan kepada kelompok rentan seperti anak berkebutuhan khusus, masyarakat adat, dan warga terdampak bencana. Ranperda ini memberi ruang bagi mereka agar tidak tertinggal dari arus pembangunan.
Dalam era digital, DPRD Kaltim juga berupaya menjadikan sistem informasi berbasis teknologi sebagai bagian penting dari perencanaan dan pelaporan pendidikan. Namun, Baharuddin menegaskan bahwa modernisasi tidak boleh menjauhkan pendidikan dari tujuan utamanya.
“Sekolah bukan tempat bisnis. Kita ingin pendidikan kembali ke fitrahnya: mencerdaskan tanpa tekanan,” katanya.
Ia menutup penyampaian nota penjelasan dengan ajakan terbuka kepada seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembahasan Ranperda.
“Kami membuka ruang partisipasi seluas-luasnya, termasuk akademisi, tokoh masyarakat, hingga seluruh 55 anggota DPRD Kaltim. Pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama,” tutup Baharuddin. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum