Delapan Desa Terdampak Erupsi Lewotobi, Warga Butuh Terpal dan Seng

FLORES TIMUR — Warga yang tinggal di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih bertahan di tengah situasi berbahaya pascaerupsi yang terjadi pada Jumat, 11 Juli 2025, pukul 14.10 WITA.

Erupsi itu memuntahkan kolom abu vulkanik setinggi sekitar 4.000 meter dan menyebabkan kerusakan parah pada permukiman penduduk.

Sedikitnya delapan desa terdampak langsung oleh letusan tersebut. Ribuan rumah mengalami kerusakan, terutama pada bagian atap.

Warga mengaku kesulitan menjalani aktivitas harian karena atap rumah mereka bocor dan rusak, sementara hujan abu terus terjadi.

“Rumah kami rusak, atapnya bocor. Kami sangat membutuhkan bantuan seng dan terpal untuk menutup bagian rumah yang rusak,” ungkap Piter, warga Desa Klatanlo, kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

Meskipun pemerintah daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah bergerak menyalurkan bantuan awal dan melakukan pendataan kerusakan, sebagian besar warga mengaku belum menerima bantuan yang dibutuhkan secara mendesak.

Mereka berharap kebutuhan darurat seperti seng dan terpal segera dipenuhi.

Menariknya, sebagian besar warga terdampak memilih tetap tinggal di rumah masing-masing meski status Gunung Lewotobi Laki-laki telah ditetapkan pada Level IV (Awas).

Keengganan untuk mengungsi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan tanggung jawab hidup sehari-hari.

“Kami masih bertahan karena harus mencari penghasilan untuk biaya hidup dan sekolah anak-anak. Kami tahu risikonya, tapi tidak ada pilihan lain,” tambah Piter.

Pihak otoritas kembali mengimbau warga agar segera meninggalkan zona merah untuk menjaga keselamatan.

Namun hingga saat ini, proses evakuasi masih belum berjalan optimal karena minimnya kesiapan logistik dan tempat pengungsian yang layak.

Gunung Lewotobi Laki-laki terus menunjukkan aktivitas vulkanik yang intens. Selain abu vulkanik, erupsi juga disertai lontaran material kerikil yang memperparah kerusakan infrastruktur di kawasan sekitar.

Pemerintah daerah didesak untuk mengerahkan sumber daya lebih besar dan mempercepat distribusi bantuan.

Dalam kondisi cuaca ekstrem dan lingkungan yang tidak stabil, penundaan distribusi dapat berakibat fatal bagi warga yang tetap bertahan di zona rawan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *