Terdakwa Kasus Korupsi Seleksi PPPK Langkat Divonis Bebas, Jaksa Diminta Evaluasi Tuntutan

MEDAN — Putusan bebas terhadap Eka Syahputra Defari, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat, memicu perhatian publik.

Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat itu dinyatakan tidak terbukti bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan dalam sidang putusan yang digelar Jumat (11/7/2025) malam.

Majelis hakim yang diketuai M. Nazir menyatakan Eka tidak bersalah berdasarkan dua dakwaan alternatif yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU), yakni Pasal 12 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

“Menyatakan Eka Syahputra Defari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua,” ucap Ketua Majelis Hakim M. Nazir di ruang sidang Cakra 8 PN Medan.

Vonis bebas ini berbanding terbalik dengan tuntutan JPU dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang sebelumnya menuntut Eka dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan, serta denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim juga memerintahkan agar Eka dibebaskan dari tahanan serta hak-haknya dipulihkan.

“Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya,” kata hakim, sembari menyatakan bahwa biaya perkara dibebankan kepada negara.

Baik pihak kejaksaan maupun terdakwa diberi waktu tujuh hari untuk mempertimbangkan langkah hukum lanjutan, termasuk opsi mengajukan banding.

Sebelumnya, kasus ini melibatkan lima orang terdakwa terkait dugaan suap dalam proses seleksi PPPK guru di Kabupaten Langkat pada tahun 2023. Selain Eka, empat terdakwa lainnya adalah Saiful Abdi (mantan Kepala Dinas Pendidikan Langkat), Alek Sander (mantan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat), Rohayu Ningsih (mantan kepala SD 056017 Tebing Tanjung Selamat), dan Awaluddin (mantan kepala SD 055975 Pancur Ido Salapian).

Vonis bebas terhadap terdakwa utama ini menuai beragam respons, terutama dari kalangan guru honorer yang sebelumnya menggelar demonstrasi menuntut keadilan dan mempertanyakan integritas seleksi PPPK.

Sebagian pihak menilai, hasil putusan ini menjadi cermin lemahnya pembuktian dalam sistem penuntutan, yang semestinya diperkuat sejak penyidikan awal.

Sementara itu, pengamat hukum menilai jaksa perlu mengevaluasi strategi pembuktian dan penyusunan dakwaan, terutama dalam kasus yang melibatkan jabatan publik dan menyangkut kepentingan masyarakat luas. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *