DPR Kritik Wacana KPK Larang Tersangka Tutupi Wajah: Bisa Langgar HAM

JAKARTA — Wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melarang para tersangka korupsi menutupi wajah saat tampil di hadapan publik menuai kritik.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, menyebut rencana tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan asas praduga tak bersalah.

Menurutnya, status hukum tersangka belum bisa disamakan dengan pelaku kejahatan karena belum ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah.

“Kalau saya, itu tidak bagus. Kenapa? Itu melanggar hak asasi. KPK menangkap orang yang belum tentu bersalah. Dia masih tersangka. Lalu ditampilkan dengan wajah terbuka, itu seolah-olah menggiring opini publik bahwa dia bersalah,” ujar Soedeson kepada wartawan, Senin (14/7/2025).

Ia juga menyoroti potensi praktik trial by the public atau penghakiman oleh opini massa, yang menurutnya bertentangan dengan prinsip hukum acara pidana.

Soedeson mendorong KPK untuk tetap fokus pada pengumpulan alat bukti serta pengembalian kerugian negara, bukan membentuk citra negatif terhadap tersangka di ruang publik.

“KPK sebaiknya fokus mencari bukti dan mengembalikan keuangan negara. Tujuan hukum kita bukan hanya menghukum orang, tapi juga pemulihan keuangan negara akibat korupsi,” tegasnya.

Namun, ia tak menampik bahwa larangan penggunaan masker atau penutup wajah bisa diterapkan setelah tersangka divonis bersalah secara sah dan meyakinkan di pengadilan.

Sebelumnya, KPK menyatakan tengah membahas regulasi internal yang melarang tersangka menutupi wajah saat proses pemeriksaan maupun konferensi pers. Hal ini dilakukan untuk mendorong transparansi dan keterbukaan kepada publik dalam proses penegakan hukum.

Namun, sejumlah pihak menilai wacana itu perlu dikaji secara mendalam agar tidak melanggar hak konstitusional seseorang, terutama dalam konteks perlindungan terhadap integritas dan martabat individu yang belum terbukti bersalah.

KPK menyebut, sebagian besar tersangka selama ini menutupi wajahnya dengan masker, kacamata, maupun topi ketika tampil di Gedung Merah Putih. Fenomena ini dinilai mengaburkan keterbukaan informasi publik dan tanggung jawab moral pelaku korupsi di hadapan masyarakat. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *