Menteri P2MI Sidak Sindikat TPPO di Riau, 11 Pelaku Diciduk

PEKANBARU — Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam memberantas praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan terungkapnya jaringan besar pengiriman tenaga kerja ilegal di wilayah Riau.

Sebanyak 11 orang tersangka diamankan dalam operasi gabungan yang dipimpin oleh Kepolisian Daerah Riau bersama sejumlah pihak terkait.

Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, hadir langsung dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Riau, Pekanbaru, Kamis (17/7/2025).

Ia menyampaikan apresiasi atas sinergi yang terjalin antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau dalam menggagalkan upaya pengiriman 100 calon pekerja migran secara ilegal ke luar negeri.

“Dalam kasus TPPO ini, kita menangkap 11 orang tersangka, yang terdiri dari 10 laki-laki dan satu perempuan. Dari kasus ini juga, kita dapat menyelamatkan 100 orang korban yang hendak dikirim ke luar negeri secara ilegal. Para korban terdiri dari 78 laki-laki dan 22 perempuan,” ujar Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan.

Para korban sebelumnya ditampung di kawasan hutan mangrove dekat pesisir dan dijadwalkan diberangkatkan melalui jalur laut menuju Malaysia.

Dua tersangka, DS dan MR, yang merupakan pasangan suami istri, diketahui berperan dalam menjemput korban dari terminal dan membawa mereka ke lokasi penampungan.

Usai memberikan keterangan kepada media, Menteri P2MI Abdul Kadir Karding secara langsung mendatangi para tersangka dan berdialog dengan salah satu pelaku berinisial T alias Tuan Takur.

T disebut sebagai agen perekrut tenaga kerja ilegal yang sempat bekerja sebagai juru masak di Malaysia dengan paspor wisata.

“Saya dulu ke Malaysia pakai paspor pelancong (wisata),” ujar T saat berbincang dengan Abdul.

Menurut pengakuannya, T mengenal seorang bernama Amirul yang membuka jalan pengiriman pekerja ilegal ke Malaysia. Sejak itu, ia aktif mencari calon tenaga kerja dan mendapat imbalan dari tiap orang yang berhasil diberangkatkan.

“Agennya kan banyak, Pak. Kadang saya dapat dua orang, kadang tiga orang. Komisinya memang Rp250.000 per kepala, Pak,” ungkap T.

Namun pengakuan tersebut diragukan oleh Menteri Abdul. Ia menegaskan bahwa pelaku harus berkata jujur untuk membantu membongkar seluruh jaringan.

“Masa iya Rp250.000. Kamu jangan bohongi Menteri,” tegas Abdul.

Abdul juga mengingatkan bahwa banyak korban yang akhirnya menderita akibat ulah para pelaku, sehingga kerja sama dari tersangka sangat diperlukan untuk memutus mata rantai perdagangan orang.

“Saya minta kamu kooperatif ya, biar terungkap semua (sindikat TPPO). Kadang orang yang kamu kirim itu jauh lebih menderita dari perbuatanmu. Kami enggak punya perikemanusiaan,” ucap Abdul.

T sempat berdalih bahwa para korban datang sendiri tanpa paksaan. Namun Abdul menekankan bahwa perekrutan tetap merupakan bagian dari kejahatan.

“Ya, memang ada yang begitu, saya paham. Tapi banyak juga yang diajak. Itu alasan kamu saja. Pokoknya kamu tanggung jawab. Kami harus bantu polisi untuk membongkar bos-bos kamu,” tambahnya.

Abdul juga menilai T sebagai “bos menengah” dalam jaringan tersebut. T menyangkal dan menyebut dirinya hanya agen, tetapi Menteri P2MI menanggapinya tegas.

“Iya, sama saja. Yang mengkoordinir itu namanya bos kecil. Kita ini bukan orang bodoh, kita orang lapangan,” tandas Abdul.

Sementara itu, Irjen Herry menyebut wilayah Dumai, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti sebagai titik rawan jalur keluar masuk perdagangan orang karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura.

“Saya juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak tertipu sindikat yang tidak bertanggung jawab,” tutur Herry.

Pemerintah pusat menegaskan komitmennya untuk terus menindak tegas praktik perdagangan manusia dan memperkuat kerja sama lintas sektor demi perlindungan maksimal terhadap pekerja migran Indonesia. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *