Vonis Tom Lembong: 4,5 Tahun Bui dan Denda Rp750 Juta

JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong akhirnya divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeretnya ke meja hijau.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan yang dibacakan pada Jumat (18/7/2025) itu menutup babak panjang persidangan yang tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga memperlihatkan kompleksitas relasi kekuasaan, tanggung jawab pejabat negara, serta pertarungan narasi dalam ruang publik.

Meski dinyatakan bersalah, hakim menyebut bahwa Tom Lembong tidak menerima keuntungan pribadi dari kebijakan impor gula yang dijalankannya.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan,” ucap ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika dalam sidang putusan.

Dalam pembelaannya, Tom Lembong berulang kali menyatakan bahwa kebijakan impor gula yang menjadi objek perkara diambil atas dasar arahan presiden saat dirinya menjabat sebagai menteri perdagangan pada periode 2015–2016.

“Saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagai koordinator dalam institusi, termasuk ketika saya menjabat sebagai menteri perdagangan,” kata Tom pada persidangan, Kamis (21/11/2025).

Tim kuasa hukum Tom juga menguatkan argumen tersebut dalam sidang praperadilan, menyebut bahwa keputusan terkait impor gula merupakan bagian dari kebijakan negara yang telah diafirmasi Presiden Joko Widodo.

“Dengan demikian tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh presiden selaku kepala negara dan merupakan pimpinan pemohon, oleh karenanya telah beralih sepenuhnya menjadi tanggung jawab presiden,” kata Zaid Mushafi, kuasa hukum Tom.

Namun permohonan praperadilan itu ditolak oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, yang menyatakan penetapan tersangka terhadap Tom sah menurut hukum.

Dalam sidang perdana, Tom didakwa merugikan negara senilai Rp515 miliar dari total kerugian yang disebutkan mencapai Rp578 miliar berdasarkan laporan audit BPKP.

Meski demikian, Tom menyatakan kecewa terhadap dakwaan dan menyebut bahwa jaksa tidak menunjukkan dasar yang jelas dari kerugian negara tersebut.

“Saya kecewa atas dakwaan yang disampaikan, sebagai contoh dalam situasi di mana soal kerugian negara dalam perkara saya semakin tidak jelas,” ucap Tom setelah sidang dakwaan, Kamis (6/3/2025).

Ia juga menyampaikan keheranannya atas pola kerja Kejaksaan yang menurutnya tidak mencerminkan fakta sidang.

“Satu pun saya tidak temukan penyesuaian dalam surat tuntutan yang mencerminkan fakta yang diungkap dalam persidangan,” ujar Tom.

Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut Tom dengan hukuman 7 tahun penjara, dengan alasan bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya.

“Hal yang memberatkan: terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” sebut jaksa dalam sidang tuntutan, Jumat (4/7/2025).

Namun, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, seperti kooperatif selama persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak terbukti menikmati keuntungan pribadi.

Di sisi lain, majelis hakim menilai bahwa Tom lebih mengedepankan pendekatan ekonomi kapitalis dibanding semangat Pancasila.

Kasus ini bermula dari penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung sejak Oktober 2023, yang akhirnya menetapkan Tom sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024.

Bersamaan dengan itu, sembilan tersangka lainnya juga dijerat, sebagian besar merupakan petinggi perusahaan swasta yang memproses gula kristal mentah.

Tak berhenti di situ, Kejagung juga menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam dugaan perintangan proses penyidikan.

Mereka adalah dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, serta Tian Bahtiar, seorang direktur televisi swasta. Mereka diduga menyebarkan konten yang menyudutkan institusi penyidik.

Istri Tom Lembong juga ikut diperiksa, namun Tom meminta agar Kejaksaan tidak menyeret keluarganya ke dalam kasus ini.

“Saya berharap Kejaksaan Agung cukup berfokus kepada saya dan tidak menyeret istri ataupun keluarga saya,” ujarnya.

Vonis terhadap Tom Lembong mencerminkan problem klasik dalam sistem tata kelola pemerintahan: bagaimana garis batas antara pelaksanaan kebijakan publik dan tanggung jawab pidana pejabat negara ditafsirkan secara hukum.

Meski tidak memperkaya diri, Tom tetap dinyatakan bersalah atas kerugian negara akibat kebijakan yang dijalankannya.

Kasus ini menjadi peringatan bagi para pejabat negara bahwa jabatan publik tidak hanya memerlukan kecakapan teknokratis, tetapi juga keberanian politik, kehati-hatian hukum, serta integritas moral yang tinggi. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *