TNI AL Tegaskan Tidak Terikat Lagi dengan Eks Marinir Satria Arta Kumbara

JAKARTA — TNI Angkatan Laut menegaskan tidak memiliki keterkaitan hukum maupun kelembagaan lagi dengan Satria Arta Kumbara, mantan anggota Marinir yang diketahui bergabung sebagai tentara relawan di Rusia.
Kepastian itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Tunggul.
“Yang jelas saat ini sudah tidak ada lagi keterkaitan dengan TNI AL,” ujar Tunggul saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Pernyataan Tunggul merespons video viral Satria Arta Kumbara yang menyatakan keinginannya untuk kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI), setelah sebelumnya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Dalam video tersebut, Satria juga menyampaikan permohonan kepada Presiden Prabowo Subianto, Wapres Gibran Rakabuming Raka, serta Menteri Luar Negeri untuk menerima kembali dirinya sebagai WNI.
Namun, Tunggul menyatakan bahwa pengurusan status kewarganegaraan bukan berada dalam ranah TNI, melainkan kewenangan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Lebih tepat bisa ditanyakan ke Kementerian Luar Negeri RI, atau juga Kementerian Hukum RI terkait dengan status kewarganegaraan yang bersangkutan,” ucapnya.
TNI AL, lanjut Tunggul, berpegang teguh pada putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta tertanggal 6 April 2023, yang menyatakan Satria bersalah atas tindak pidana desersi dalam waktu damai. Ia dinyatakan meninggalkan dinas tanpa izin sejak 13 Juni 2022.
Berdasarkan Putusan Perkara Nomor 56-K/PM.II-08/AL/IV/2023, Satria dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun dan diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas militer.
“Akte Putusan Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (AMKHT) ditetapkan pada 17 April 2023, menandakan bahwa keputusan tersebut sah dan tidak dapat diganggu gugat,” tegas Tunggul.
Dengan landasan hukum tersebut, TNI AL menyatakan tidak mungkin menerima kembali Satria sebagai prajurit aktif, meskipun yang bersangkutan menyampaikan permintaan maaf atau keinginan untuk kembali.
Kasus ini menyoroti pentingnya disiplin militer serta pemahaman terhadap konsekuensi hukum dan diplomatik atas tindakan individu yang memilih bergabung dengan angkatan bersenjata asing.
Pemerintah pun diharapkan meninjau kembali prosedur terkait pencabutan dan pemulihan status kewarganegaraan dalam konteks serupa. []
Nur Quratul Nabila A