BEM SI Gelar Aksi Nasional “Indonesia (C)EMAS”, Tuntut Transparansi dan Keadilan

Jakarta — Gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kembali turun ke jalan, Senin (28/7/2025), untuk menyuarakan keresahan atas sejumlah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo.
Aksi bertajuk “Indonesia (C)EMAS” ini dipusatkan di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Koordinator Pusat BEM SI, Muzammil Ihsan, menyebut aksi ini akan diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai daerah.
“Kemungkinan 500-1000 (mahasiswa ikut aksi nasional),” ujar Muzammil saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (27/7/2025).
Gerakan protes ini mengusung berbagai isu strategis, mulai dari kontroversi seputar penulisan ulang sejarah oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon hingga polemik revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
“Tuntutan, penolakan keras terhadap upaya pengaburan sejarah, desakan untuk pendidikan sejarah yang akurat dan berbasis fakta, tanggung jawab moral bagi pihak yang mencoba membelokkan sejarah,” kata Muzammil menegaskan.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti isi kesepakatan perdagangan bilateral Indonesia-Amerika Serikat yang dinilai tidak menguntungkan.
Dalam kesepakatan itu, tarif resiprokal mencapai 19 persen yang dinilai bisa memberatkan daya saing nasional.
Dalam pernyataan sikapnya, BEM SI mendesak pemerintah untuk terbuka kepada publik terkait isi perjanjian dagang tersebut.
“Transparansi informasi diperlukan untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan memastikan diplomasi luar negeri berjalan adil dan setara,” kata Muzammil.
Tidak hanya itu, aksi juga menyoroti sejumlah persoalan dalam negeri lain, seperti isu pertambangan dan sumber daya alam (minerba), keberadaan batalyon baru di Aceh yang dinilai kontroversial, peradilan militer di Universitas Riau, hingga isu LGBT yang dinilai sensitif dalam konteks sosial-budaya lokal.
Mahasiswa juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk meninjau ulang putusan terkait pejabat negara yang merangkap jabatan serta menuntut pembatalan Undang-Undang TNI.
“Peninjauan kembali pasal bermasalah, pelibatan publik yang lebih luas dan bermakna dalam pembahasan RUU, penundaan pengesahan hingga seluruh poin kontroversial diselesaikan,” tambah Muzammil.
Aksi ini dipandang sebagai bentuk konsolidasi mahasiswa yang mulai menggeliat kembali dalam ruang demokrasi.
Mereka menuntut keterbukaan, akuntabilitas, dan kebijakan negara yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan elite politik atau korporasi asing. []
Nur Quratul Nabila A