Lambannya Penindakan Tambang Ilegal di Bukit Soeharto Picu Kecurigaan Pembiaran Sistemik

SAMARINDA – Praktik pertambangan batubara ilegal di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kalimantan Timur, akhirnya terendus setelah berlangsung hampir satu dekade.
Temuan tersebut kini tengah diselidiki oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, menyusul laporan kerusakan lingkungan seluas 160 hektare dan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp5,7 triliun.
Tambang ilegal itu beroperasi di wilayah Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, sejak tahun 2016 tanpa memiliki izin resmi.
Ironisnya, kawasan tersebut termasuk dalam wilayah konservasi yang menjadi bagian dari proyek strategis Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga semestinya berada di bawah pengawasan ketat.
Namun, respons dari aparat daerah setempat, khususnya Polda Kalimantan Timur, justru dinilai lamban.
Hingga berita ini dimuat, pihak kepolisian daerah belum memberikan klarifikasi atas keterlambatan penindakan selama hampir 10 tahun terakhir.
Dosen Hukum Pidana Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, turut angkat bicara. Ia menilai lambannya pengungkapan kasus ini bisa menjadi cerminan lemahnya pengawasan serta potensi konflik kepentingan dalam tubuh aparat penegak hukum.
“Sudah 10 tahun berlalu, tentu ini sangat disayangkan. Tapi langkah pengungkapan ini tetap patut sedikit diapresiasi, karena akhirnya ada langkah menuju keadilan,” ujar Orin saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/7/2025).
Orin juga mengkritisi dugaan adanya pembiaran sistemik terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.
Menurutnya, apabila aparat sebenarnya sudah mengetahui aktivitas ini sejak lama, maka patut dicurigai ada unsur kesengajaan atau pembiaran yang disengaja.
“Ini yang seharusnya disorot. Jangan-jangan memang ada pembiaran. Maka pengawasan harus datang dari luar institusi, terutama dari pusat dan masyarakat,” tegas Orin.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam memantau dan melaporkan aktivitas pertambangan ilegal.
Negara, kata Orin, wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga yang menjadi pelapor atau saksi kasus-kasus kejahatan lingkungan.
“Partisipasi publik harus didukung, bukan dibungkam. Justru negara wajib memberi perlindungan terhadap warga yang menjadi saksi atau pelapor,” tegasnya lagi.
Keterbukaan informasi serta dukungan terhadap inisiatif masyarakat menjadi kunci pencegahan kejahatan lingkungan jangka panjang.
Dalam konteks ini, Orin menilai penting adanya transparansi dalam proses penyelidikan serta akuntabilitas dari institusi penegak hukum, demi memastikan tidak terulangnya pembiaran serupa.
Upaya untuk memperoleh konfirmasi dari Humas Polda Kalimantan Timur masih belum membuahkan hasil.
Hingga artikel ini dipublikasikan, pihak kepolisian daerah belum memberikan tanggapan resmi atas lambannya penanganan kasus tambang ilegal di kawasan konservasi Bukit Soeharto tersebut. []
Nur Quratul Nabila A