Legislator PKS Dorong Edukasi dan Kolaborasi Atasi Kekerasan Seksual

Screenshot

ADVERTORIAL — Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) memantik keprihatinan mendalam dari kalangan legislatif. Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menyoroti tren mengkhawatirkan ini dan mendesak pemerintah provinsi untuk mengambil langkah konkret dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap korban.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), tercatat hampir 4.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim dalam kurun empat tahun terakhir. Data ini menunjukkan kondisi darurat yang menuntut penanganan secara menyeluruh dan serius. “Banyak banget ya,” ujar Agusriansyah saat dihubungi Katakaltim, Selasa (29/7/2025). Ia menegaskan bahwa data tersebut bukan sekadar angka statistik, melainkan gambaran nyata dari lemahnya sistem perlindungan dan pencegahan di lapangan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyampaikan keprihatinannya terhadap kurangnya kepekaan sebagian masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap dampak jangka panjang dari kekerasan seksual. “Temuan ini harus menjadi persoalan yang serius untuk ditangani oleh Pemprov dengan melibatkan semua stakeholder,” tegasnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab bersama, Agusriansyah mengajukan empat rekomendasi strategis kepada pemerintah daerah. Pertama, memperkuat edukasi di sekolah dan desa agar anak-anak serta masyarakat dapat mengenali tanda-tanda kekerasan dan memahami mekanisme pelaporan. Kedua, mendorong peningkatan pelaporan korban melalui layanan SAPA 129 serta menyediakan dukungan psikososial melalui PUSPAGA dan UPTD PPA.

Rekomendasi ketiga adalah membangun kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan kepolisian, aparat desa, dan lembaga perlindungan anak, guna mempercepat respons terhadap kasus kekerasan. Sementara itu, rekomendasi keempat adalah pentingnya penggunaan data berbasis desa melalui Satu Data Perempuan & Anak agar intervensi pemerintah lebih terarah dan tepat sasaran. “Empat rekomendasi ini saya kira sangat penting untuk kita galakkan,” ujarnya dengan nada serius.

Selain itu, Agusriansyah juga mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim mengoptimalkan pelaksanaan Program Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang digagas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Program ini dinilai mampu memperkuat pemberdayaan perempuan serta membangun ekosistem sosial yang ramah terhadap anak. “Nah ini untuk memperkuat pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan juga membangun ekosistem yang mendukung keduanya,” pungkasnya.

Data tahunan SIMFONI PPA menunjukkan tren fluktuatif kasus kekerasan seksual di Kaltim. Pada tahun 2021 tercatat 551 kasus, meningkat menjadi 945 kasus pada 2022, dan melonjak lagi menjadi 1.108 kasus di tahun 2023. Walaupun sempat menurun pada 2024 menjadi 1.002 kasus, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi. Bahkan, pada triwulan pertama tahun 2025, sudah tercatat 224 kasus, dengan Samarinda sebagai wilayah dengan jumlah kasus tertinggi, yakni 50 kasus.

Perempuan dewasa dan anak perempuan masih mendominasi jumlah korban. Pada 2024, sebanyak 32,2 persen korban merupakan perempuan dewasa, sedangkan anak perempuan mencapai 54,3 persen. Fakta ini menegaskan pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan di Kaltim.

Agusriansyah berharap kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan aktif masyarakat dapat menjadi fondasi yang kuat dalam upaya pencegahan kekerasan seksual. Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi panggilan moral seluruh elemen bangsa. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *