Verifikasi Ketat Jadi Kunci Anggaran Efisien KONI

ADVERTORIAL – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) menegaskan pentingnya penguatan tata kelola dan seleksi ketat dalam penerimaan cabang olahraga (cabor) baru oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kaltim. Hal ini menjadi fokus utama demi menjamin pembinaan atlet berjalan optimal dan dana hibah yang digelontorkan tidak sia-sia.

Dalam rapat evaluasi dan ekspos penggunaan sisa dana hibah KONI Kaltim dari APBD 2025, yang berlangsung di Kadrie Oening Tower, Rabu (21/5/2025), Kepala Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Dispora Kaltim, Rasman Rading, mewakili Kepala Dispora menyampaikan peringatan keras agar KONI tidak terburu-buru menerima keanggotaan cabor baru tanpa melalui proses verifikasi mendalam. “Kami wanti-wanti agar KONI betul-betul melakukan verifikasi baik secara administrasi maupun faktual di lapangan sebelum menerima cabor sebagai anggota,” ujarnya tegas.

Rasman menekankan bahwa standar penerimaan anggota baru harus merujuk pada ketentuan yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI. Persyaratan itu meliputi keberadaan klub binaan di tingkat kabupaten/kota, pelatih yang aktif, fasilitas latihan yang memadai, serta ketersediaan peralatan olahraga.

“Jangan hanya karena ada, lalu diterima. Harus jelas klubnya di mana, siapa pelatihnya, alatnya ada atau tidak, dan kegiatannya nyata atau tidak. Kalau tidak, maka pembinaan hanya akan jadi beban anggaran tanpa hasil,” tambah Rasman.

Lebih jauh, Rasman menyoroti adanya celah dalam praktik penerimaan cabor di lapangan yang selama ini kerap dimanfaatkan. Ada cabor yang mengklaim sudah memiliki kepengurusan di tingkat provinsi, padahal secara fakta belum memenuhi syarat minimal, yaitu harus memiliki pengurus aktif di minimal enam dari sepuluh kabupaten/kota di Kaltim.

“Kalau jumlah kabupaten/kota di Kaltim ada 10, maka minimal cabor itu harus punya kepengurusan aktif di 6 daerah. Kalau hanya 4, belum sah jadi anggota KONI provinsi,” jelasnya.

Kondisi serupa juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Rasman menjelaskan, cabor yang ingin menjadi anggota KONI daerah wajib mempunyai sedikitnya dua klub binaan yang aktif dengan bukti nyata berupa atlet, pelatih, dan kegiatan rutin. “Selama ini kebocorannya di situ. Di atas kertas lengkap, tapi di lapangan enggak ada. Antara ada dan tiada,” ungkapnya.

Menurut Rasman, proses verifikasi yang ketat bukan hanya soal kepengurusan administratif, melainkan menjadi langkah strategis guna meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana hibah pembinaan olahraga. Tanpa disiplin dalam seleksi, dana bisa tersedot untuk pembinaan cabor yang tidak berkontribusi signifikan.

“Semakin banyak cabor yang masuk tanpa verifikasi jelas, semakin besar beban pembinaan KONI. Kami tidak ingin anggaran habis tapi hasilnya tidak sebanding. Makanya kami minta moratorium dulu, jangan dulu terima anggota baru kalau belum siap diverifikasi faktual,” tutup Rasman.

Dengan kebijakan moratorium yang disertai proses verifikasi yang ketat, Dispora berharap pembinaan olahraga di Kalimantan Timur akan lebih fokus dan berdaya guna. Cabor yang benar-benar aktif dan memenuhi persyaratan dapat tumbuh lebih baik, sementara pemanfaatan anggaran dapat diprioritaskan untuk mencetak atlet berprestasi hingga tingkat nasional dan internasional. []

Penulis: Putri Aulia Maharani | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *