Direktorat Haji Kemenag Digeledah KPK Terkait Skandal Kuota

Sejumlah penyidik KPK berjalan menuju ruang Pimpinan Komisi VII disela-sela penggeledahan di gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Jumat (17/1) pagi. Penggeledahan tersebut terkait kasus dugaan suap dan permintaan THR oleh sejumlah anggota dewan kepada Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/mes/14.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kementerian Agama (Kemenag), tepatnya di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Penggeledahan ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) kuota haji Indonesia pada tahun anggaran 2023–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan kegiatan tersebut. Ia menyebut penggeledahan masih berlangsung hingga siang hari.
“Hari ini tim sedang lakukan giat penggeledahan di Kementerian Agama, Ditjen PHU, terkait perkara dugaan TPK kuota haji Indonesia dalam rangka penyelenggaraan haji pada Kemenag tahun anggaran 2023–2024,” ujar Budi.
Dalam pengembangan perkara ini, KPK telah mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri bagi tiga pihak.
Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), eks staf khusus Menag Ishfah Abdul Aziz (IAA), dan pihak travel, Fuad Hasan Masyhur (FHM).
“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang yaitu YCQ, IAA, dan FHM,” jelas Budi pada Selasa (12/8/2025).
Budi menegaskan, langkah ini diambil agar ketiga pihak tetap berada di Indonesia selama penyidikan berlangsung.
“Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan,” katanya.
Larangan tersebut berlaku enam bulan sejak tanggal surat dikeluarkan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.
KPK sebelumnya mengumumkan bahwa perkara dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 telah naik ke tahap penyidikan pada Sabtu (9/8/2025).
Sprindik umum telah diterbitkan dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meski demikian, hingga kini KPK belum mengumumkan secara resmi nama-nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka. []
Nur Quratul Nabila A