Masa Tunggu Haji 45 Tahun, DPRD Desak Solusi

ADVERTORIAL – Isu panjangnya antrean keberangkatan haji di Kalimantan Timur (Kaltim) yang mencapai 45 tahun kembali mencuat dalam rapat kerja Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim bersama Kementerian Agama (Kemenag) wilayah Kaltim dan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Kaltim. Pertemuan yang berlangsung di Platinum Hotel & Convention Hall Balikpapan, Rabu (13/08/2025), tidak hanya membicarakan soal transisi pengelolaan haji dari Kemenag ke Badan Penyelenggaraan Haji (BPH), tetapi juga mengulas sejumlah persoalan krusial yang langsung bersentuhan dengan jamaah.
Persoalan fasilitas embarkasi Balikpapan yang dinilai masih tertinggal menjadi salah satu sorotan penting. Kondisi ini dianggap belum sepenuhnya memberikan kenyamanan bagi jamaah, terlebih bagi calon haji lanjut usia yang membutuhkan layanan memadai. Selain itu, potensi penyalahgunaan dana umroh gratis bagi marbot masjid atau penjaga rumah ibadah non-muslim turut diangkat agar program yang seharusnya menjadi penghargaan justru tidak menimbulkan masalah baru.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan pentingnya langkah preventif menghadapi perubahan besar yang akan berlangsung mulai 2026. Menurutnya, pengalaman sebelumnya harus dijadikan pelajaran agar pelayanan jamaah tidak terganggu.

“Mulai 2026, haji tidak lagi diurus Kemenag dan kami harus tahu siapa yang memegang kendali di daerah, seperti apa mekanismenya, bagaimana jaminan pelayanan bagi jamaah serta pembentukan syarikah jangan merugikan jamaah, jadi transisi pengelolaan justru harus memperbaiki bukan menambah masalah,” ujar Andi Satya.
Dari pihak Kemenag Kaltim, Kepala Kantor Wilayah, Abdul Khaliq, menjelaskan bahwa kewenangan penambahan kuota haji reguler tidak berada di tingkat daerah. Setiap tahun usulan selalu diajukan, namun keputusan sepenuhnya berada di pemerintah pusat.
“Kami akan mengusulkan surat bersama ke Kemenag Republik Indonesia untuk penambahan kuota, tapi mekanismenya tergantung keputusan pusat,” kata Khaliq.
Rapat tersebut akhirnya menghasilkan beberapa poin rekomendasi yang dianggap penting untuk memperbaiki tata kelola ibadah haji dan umroh di Kaltim. Di antaranya mendorong pembentukan Peraturan Daerah (Perda) untuk mengatur program umroh gratis dengan melibatkan DPRD dalam proses pendataan penerima manfaat, peningkatan kualitas fasilitas embarkasi, serta pengawasan ketat terhadap tata kelola perjalanan religi.
Harapannya, langkah-langkah tersebut dapat mengurangi persoalan yang selama ini dihadapi calon jamaah, sekaligus memberi kepastian bahwa setiap program keagamaan di Kaltim berjalan transparan dan berpihak pada masyarakat. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum