KPK Klarifikasi Isu Kontroversi Bebas Bersyarat Setya Novanto

JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa pembebasan bersyarat terhadap terpidana kasus korupsi merupakan bagian dari mekanisme hukum pidana di Indonesia.

Prosedur tersebut, menurutnya, harus tetap dijalankan meskipun menuai pro dan kontra di masyarakat.

“Bebas bersyarat adalah bagian dari sistem hukum pidana yang ada. Prosedur itu harus dijalankan, meskipun saya yakin ada yang merasa kurang adil,” ujar Setyo saat dihubungi wartawan, Selasa (19/8/2025).

Pernyataan itu disampaikan terkait bebas bersyaratnya mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang sebelumnya dipidana dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Jawa Barat, Kusnali, menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat Setya Novanto diberikan setelah adanya putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA).

Dalam putusan PK Nomor 32/PK/Pid.Sus/2020 tanggal 4 Juni 2025, MA mengurangi masa hukuman Setya Novanto dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.

Selain itu, ia diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta uang pengganti Rp49.052.289.803 subsider dua tahun penjara.

“Semua kewajiban hukum tersebut telah dipenuhi oleh yang bersangkutan. Pembayaran denda Rp500 juta dibuktikan dengan surat keterangan lunas dari KPK No. B/5238/Eks.01.08/26/08/2025 tanggal 14 Agustus 2025,” jelas Kusnali.

Lebih lanjut, Kusnali menyebut Setya Novanto juga telah membayar uang pengganti sebesar Rp43.738.291.585.

Adapun sisa kewajiban senilai Rp5.313.998.118 telah diselesaikan sesuai ketetapan KPK dengan pengganti pidana penjara subsider selama dua bulan 15 hari.

Dengan demikian, seluruh kewajiban pidana tambahan telah dianggap terpenuhi, sehingga syarat administratif untuk memperoleh pembebasan bersyarat dapat dipenuhi. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *