Program MBG Dihantui Risiko Keracunan, BGN Siapkan Mitigasi

JAKARTA — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah kini tengah menjadi sorotan, bukan hanya karena besarnya anggaran, tetapi juga terkait risiko yang mengiringi pelaksanaannya.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan ada dua tantangan besar yang harus diantisipasi: penyalahgunaan anggaran dan potensi keracunan makanan.

“Ada dua risiko yang besar di MBG, satu, penyalahgunaan anggaran, yang kedua, keracunan. Kalau saya ditanya mana yang ditakutkan yang lebih ditakutkan yang kedua, bukan yang pertama,” kata Dadan di Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2025).

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan anggaran, BGN telah menyiapkan mekanisme pengawasan.

Dadan menjelaskan bahwa dana program tidak disimpan di rekening BGN, melainkan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Penyaluran dilakukan melalui sistem akun virtual yang diverifikasi oleh pegawai BGN dan mitra terkait.

“Anggaran makan bergizi ini tidak disimpan di rekening BGN, tetapi disimpan di KPPN, kemudian begitu mau disalurkan, kami gunakan namanya akun virtual atau virtual account. Nah, virtual account itu diverifikasi oleh dua, satu oleh pegawai BGN, satu lagi oleh mitra, nah kemudian uang itu begitu turun dari KPPN langsung ke virtual account di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” jelasnya.

Penggunaan dana, lanjut Dadan, juga disesuaikan dengan harga referensi pasar agar tidak terjadi mark up.

“Jadi ada kasus yang mitra yang berusaha mencoba mark up (menambahkan harga) ya, dinaik-naikkan harganya, itu dalam waktu singkat saja sudah langsung ketahuan dan mereka sudah harus mengembalikan kelebihan yang mereka klaim, jadi menggunakan harga referensi pasar,” ujarnya.

Ia menambahkan, BGN bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menindak tegas mitra yang terbukti menaikkan harga di luar ketentuan.

Beberapa kasus penyalahgunaan, menurutnya, sudah ditemukan dan langsung dikoreksi.

Meski demikian, menurut Dadan, tantangan yang lebih berat justru terletak pada risiko keamanan pangan.

Dengan jutaan penerima manfaat setiap hari, potensi keracunan menjadi ancaman serius yang harus ditangani dengan standar keamanan ketat di setiap dapur MBG.

Program MBG sendiri kini telah membentuk 5.905 dapur atau SPPG hingga pertengahan Agustus 2025, melayani 20,5 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.

Infrastruktur dapur tersebut dibangun melalui kerja sama dengan pengusaha lokal, organisasi masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat, dengan estimasi investasi dari masyarakat mencapai Rp12 triliun.

“Program MBG ini bukan sekadar pemenuhan gizi, melainkan juga menjadi penggerak ekonomi baru di tingkat masyarakat,” ucap Dadan.

Dengan besarnya anggaran dan jumlah penerima manfaat, pengawasan menyeluruh terhadap kualitas bahan baku dan keamanan makanan menjadi faktor penentu agar program ini benar-benar membawa manfaat tanpa menimbulkan risiko kesehatan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *