Yusril Minta AS Beri Kejelasan Status Hambali di Guantanamo

JAKARTA — Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan informasi terbaru mengenai status Encep Nurjaman alias Hambali, tersangka kasus terorisme yang telah lebih dari dua dekade ditahan di Guantanamo.
Permintaan tersebut disampaikan Yusril dalam pertemuan dengan Chargé d’Affaires AS Peter Haymond di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia ingin mendapatkan kejelasan mengenai proses hukum yang saat ini tengah dijalani Hambali di pengadilan militer AS.
“Kami berharap pemerintah AS dapat memberikan perkembangan terbaru mengenai status Hambali,” ujar Yusril.
Selain membahas kasus Hambali, pertemuan ini juga menyinggung sejumlah isu strategis dalam kemitraan komprehensif Indonesia–AS.
Menurut Yusril, Indonesia tetap berkomitmen pada demokrasi, supremasi hukum, dan penghormatan HAM, namun pelaksanaannya perlu mempertimbangkan nilai serta konteks nasional.
“Indonesia berkomitmen untuk menegakkan demokrasi dan HAM. Namun, kami juga harus memastikan bahwa upaya tersebut dijalankan sesuai dengan nilai dan realitas nasional kami,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Yusril membuka ruang dialog terkait repatriasi warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini menjalani hukuman di luar negeri.
Topik kerja sama imigrasi, pemberantasan perdagangan manusia, dan penguatan profesionalisme lembaga hukum juga turut dibicarakan.
Menanggapi hal tersebut, Haymond menyatakan tim hukum Departemen Pertahanan AS dijadwalkan berkunjung ke Indonesia dalam beberapa bulan mendatang untuk membahas lebih lanjut kasus Hambali.
Ia juga menyinggung kerja sama bilateral terkait repatriasi, baik bagi warga negara AS di Indonesia maupun 27 WNI yang masih berada di kamp Suriah Timur Laut.
“Kami berharap Indonesia dapat meninjau kemungkinan pemulangan mereka sebagai bagian dari upaya bersama dalam mengatasi isu kemanusiaan,” tutur Haymond.
Selain itu, Haymond menyoroti perkembangan hukum di Indonesia terkait penyitaan kapal MT Arman 114.
Kapal supertanker tersebut telah diputuskan dirampas untuk negara melalui putusan Pengadilan Negeri Batam yang diperkuat Pengadilan Tinggi Kepri, setelah sebelumnya sempat berlabuh selama setahun di perairan Batam.
AS juga menyatakan minat untuk melanjutkan pembahasan perjanjian bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) yang sempat tertunda.
“Kami terbuka untuk meninjau kembali perjanjian bantuan hukum timbal balik yang pernah dibahas sebelumnya agar kerja sama hukum antara kedua negara dapat lebih efektif,” ujar Haymond.
Dalam pertemuan tersebut, Haymond turut mengapresiasi kerja sama Indonesia dalam menerima pemulangan individu dari AS, serta menyampaikan harapan agar Indonesia dapat mempertimbangkan pembebasan bersyarat warga negara AS di Indonesia atas dasar kemanusiaan, termasuk kasus Van Der Heiden.
Pertemuan ini memperlihatkan bahwa selain kasus Hambali, kerja sama hukum dan keamanan antara Indonesia dan AS masih akan terus berkembang, mencakup isu terorisme, HAM, perdagangan manusia, hingga perlindungan WNI di luar negeri. []
Nur Quratul Nabila A