55 Warga Jateng Jadi Korban TPPO, Banyak Dikirim ke Eropa

SEMARANG — Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali mencuat di Jawa Tengah.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng mencatat sedikitnya 55 orang menjadi korban penempatan kerja ilegal dengan tujuan Eropa.

Para korban dijanjikan bekerja sebagai kru kapal perikanan di Spanyol, namun kenyataannya justru ditempatkan di restoran di berbagai negara.

Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, menuturkan sebagian besar korban berasal dari Brebes, Pemalang, Tegal, dan Kota Tegal.

“Dari 55 korban, enam orang belum sempat berangkat tapi sudah tertipu (rugi puluhan juta). Sementara 49 lainnya sudah dikirim ke luar negeri. Dari jumlah itu, lima sudah pulang secara mandiri, 44 masih berada di sana,” ujarnya di Semarang, Jumat (22/8/2025).

Dari 44 korban yang masih di luar negeri, 20 orang menyatakan ingin segera kembali ke Indonesia.

Pemerintah provinsi bersama kepolisian, Kementerian Luar Negeri, KBRI, dan dinas tenaga kerja di daerah asal terus melakukan pendampingan.

“Kalau ditotal 14 orang berhasil dipulangkan. Lima sudah pulang mandiri dan sembilan orang hasil koordinasi. Tanggal 23 akan dipulangkan lagi satu orang, lalu tiga orang pada 26 Agustus. Sisanya masih dalam proses,” lanjut Aziz.

Meski demikian, sebagian korban memilih tetap bertahan di Eropa walaupun statusnya ilegal. Mereka beralasan ingin terus bekerja dan mengirimkan penghasilan untuk keluarga di tanah air.

“Kita tidak bisa memaksa mereka pulang. Tapi KBRI tetap memberikan edukasi dan perlindungan dasar,” tegas Aziz.

Modus perekrutan korban dilakukan melalui iming-iming gaji besar yang disebarkan dari mulut ke mulut maupun media sosial.

Dua orang perekrut berinisial K dan N, asal Brebes dan Tegal, telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga meyakinkan korban dengan kisah sukses palsu tentang bekerja di luar negeri.

Ahmad Aziz mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati.

“Bekerja ke luar negeri itu bukan hanya soal keterampilan, tapi juga kesiapan bahasa dan budaya. Kalau ilegal, risikonya besar karena perlindungan terbatas,” ujarnya.

Ia menekankan penempatan kerja resmi hanya bisa dilakukan melalui jalur pemerintah atau perusahaan berizin.

“Saat terjadi pelanggaran, perusahaan bisa diberi sanksi hingga pencabutan izin. Masyarakat jangan mudah tergiur janji manis,” tambahnya.

Carmadi, warga Brebes, adalah salah satu korban yang sempat menceritakan pengalamannya langsung kepada Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, pada Juni lalu.

Ia mengaku dijanjikan bekerja sebagai kru kapal ikan di Spanyol dengan gaji 3.000 euro per bulan.

Namun setibanya di Eropa, Carmadi justru ditempatkan sebagai pelayan restoran dengan upah jauh lebih rendah.

“Sesampainya di sana, bukan di kapal tapi di restoran. Gajinya tidak sesuai janji,” tutur Carmadi.

Kisah Carmadi menggambarkan betapa besar risiko bekerja secara ilegal di luar negeri. Selain kehilangan kesempatan yang dijanjikan, para korban harus berjuang keras bertahan hidup di negeri asing tanpa perlindungan hukum yang memadai. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *