DPR dan Pemerintah Maraton Bahas RUU Haji dan Umrah

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah memasuki tahap krusial.
Komisi VIII DPR bersama pemerintah tengah menuntaskan 768 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tercantum dalam rancangan regulasi tersebut.
Dari jumlah itu, 455 DIM dinyatakan selesai tanpa perdebatan, sementara sisanya masih dalam pendalaman.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa target pengesahan RUU Haji dan Umrah dalam rapat paripurna ditetapkan pada 26 Agustus 2025.
Demi mengejar tenggat, DPR akan tetap menggelar rapat intensif sepanjang akhir pekan.
“(Sabtu-Minggu) rapat. Ini maraton sampai malam. Malamnya kita pendalaman internal, besok dilanjutkan lagi,” ujar Marwan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Salah satu poin besar yang disepakati ialah perubahan struktur kelembagaan. RUU baru mengatur bahwa penyelenggaraan haji akan ditangani oleh Kementerian Haji dan Umrah, menggantikan model lama di mana Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) berada di bawah Kementerian Agama.
“DIM 77, perubahan frasa Kepala Badan menjadi Menteri,” ungkap Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suharyanto, dalam rapat Panja. Usulan itu langsung disetujui forum.
Perubahan lain terkait distribusi kuota jamaah. Kuota haji reguler kini ditetapkan langsung oleh menteri, bukan lagi gubernur.
Dasar pembagian kuota mengacu pada jumlah penduduk muslim dan daftar tunggu di tiap provinsi. Ketentuan teknis akan diatur dalam Peraturan Menteri.
Marwan Dasopang juga menyebut adanya wacana penurunan batas usia pendaftaran haji. Jika saat ini minimal 18 tahun, Panja menilai usia 9 tahun layak dipertimbangkan.
“Mungkin saja 9 tahun, bisa juga 13 atau 15 tahun. Kita lihat lagi,” ujarnya.
Alasannya, masa tunggu haji yang mencapai puluhan tahun membuat calon jamaah terdaftar sejak usia dini baru dapat berangkat ketika usia lanjut.
Panja menyepakati kuota haji khusus dipertahankan pada angka 8 persen dari total kuota nasional.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Wachid, menegaskan, angka itu bukan batas minimum maupun maksimum, melainkan angka tetap.
“8 persen, pokoknya 8 persen,” tegasnya.
Pasal mengenai petugas haji daerah akhirnya dihapus. Ke depan, aturan teknis perekrutan petugas akan diatur melalui peraturan menteri.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abidin Fikri, menekankan perlunya mekanisme ketat agar kuota jamaah tidak lagi tersedot untuk kepentingan politik lokal.
“Kemarin 1.555 kuota diambil dari hak jamaah reguler, dikasih ke pejabat daerah. Itu jangan terulang,” ujarnya.
Dengan sejumlah pembaruan, RUU Haji dan Umrah diharapkan memberi dasar hukum lebih kuat serta transparan dalam tata kelola ibadah haji dan umrah di Indonesia. []
Nur Quratul Nabila A