Kisruh PPDB SMAN 5 Bengkulu: 72 Siswa Tersingkir dari Dapodik

BENGKULU — Dunia pendidikan di Bengkulu tengah menjadi sorotan setelah kisruh penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMAN 5 Kota Bengkulu menyeret 72 siswa ke dalam ketidakpastian.
Para siswa yang telah belajar lebih dari satu bulan tiba-tiba dinyatakan tidak sah sebagai peserta didik resmi karena tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Keputusan mendadak itu menimbulkan keguncangan besar, bukan hanya di lingkungan sekolah, melainkan juga di tengah keluarga para siswa.
Orang tua merasa kecewa lantaran proses pendaftaran yang mereka jalani, termasuk mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), ternyata berakhir sia-sia.
“Anak saya down, dia menangis sepanjang hari. Malu bercampur sedih,” ujar seorang ibu wali murid dengan nada pilu saat rapat bersama DPRD Provinsi Bengkulu, Rabu (20/8/2025).
Kabar pemberhentian itu bahkan berimbas pada kesehatan sejumlah siswa. Beberapa di antaranya mengalami gangguan psikologis, sementara seorang siswa dikabarkan harus mendapat perawatan medis di rumah sakit.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai perlindungan hak pendidikan anak yang seharusnya dijamin negara.
Kepala SMAN 5 Bengkulu, Bihan, menegaskan langkah pemberhentian tersebut berlandaskan aturan, termasuk Permendikdasmen dan Peraturan Gubernur.
Menurutnya, hanya siswa yang tercatat di Dapodik dan masuk dalam empat jalur resmi — prestasi, afirmasi, domisili, serta pindah tugas orang tua — yang bisa dipertahankan.
“Saya tidak bisa bertanggung jawab terhadap siswa di luar data yang saya pegang,” ujarnya.
Bihan juga mengakui adanya kelalaian dalam pengawasan seleksi, terutama karena dirinya sempat sakit.
Ia menyebut sejumlah orang tua tetap berupaya menitipkan anak secara langsung kepada operator PPDB, meski sudah ada larangan.
“Saya sudah ingatkan operator untuk tidak menambah siswa. Tapi kenyataannya, masih saja dilanggar,” ungkapnya.
Kisruh ini kian panas setelah DPRD Provinsi Bengkulu menerima laporan adanya praktik titipan hingga dugaan permainan uang.
Ketua Komisi IV DPRD, Usin Abdisyah Sembiring, menegaskan pihaknya memiliki indikasi kuat terkait dugaan tersebut.
“Jangan pikir kami tidak tahu. Ada yang nitip, ada juga yang kasih uang ke sana,” kata Usin.
Saat ini, dari 72 siswa yang diberhentikan, sebanyak 42 masih bertahan menunggu solusi, sedangkan 30 lainnya sudah memilih pindah ke sekolah lain.
Para orang tua menilai keputusan sepihak itu mengorbankan masa depan anak-anak.
“Kami mohon kebijakan. Anak-anak kami hanya ingin sekolah,” ujar salah satu wali murid.
21 Juli 2025: Kepala sekolah menemukan jumlah siswa kelas I melebihi kuota, yakni 43 orang per kelas, sementara aturan Permendiknas hanya memperbolehkan maksimal 36 orang.
19 Agustus 2025: Sebanyak 72 siswa dinyatakan tidak terdata di Dapodik dan diminta mencari sekolah lain.
20 Agustus 2025: Puluhan wali murid mendatangi DPRD Provinsi Bengkulu, menuntut penjelasan serta keadilan.
21 Agustus 2025: DPRD membentuk tim khusus yang melibatkan sekolah, Dinas Pendidikan, serta perwakilan wali murid untuk mencari penyelesaian. []
Nur Quratul Nabila A