Aksi di DPR Ricuh, Fasilitas Rusak hingga Motor Terbakar

PALANGKA RAYA — Penyidikan dugaan korupsi di lingkungan Pascasarjana Universitas Palangka Raya (UPR) masih menjadi perhatian utama Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya.

Setelah hampir setahun lebih sejak penggeledahan gedung Pascasarjana pada Februari 2024 lalu, kasus ini kini terus bergulir di tahap penyidikan meski penetapan tersangka belum dilakukan.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Palangka Raya, Hadiarto, menjelaskan bahwa proses penyidikan masih berlangsung secara intensif.

Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan, mulai dari pejabat kampus, mantan rektor, hingga pemilik toko alat tulis kantor (ATK) dan penyedia katering.

“Masih berjalan, ada beberapa yang hari ini (diperiksa), ada dari (pihak) toko-toko tempat perbelanjaan, kurang lebih ada 80-an orang yang diperiksa sudah, itu di luar orang rektorat,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (25/8/2025).

Pemeriksaan terhadap para penyedia barang dan jasa dilakukan untuk menelusuri kebenaran laporan pertanggungjawaban kegiatan di Pascasarjana UPR.

Menurut Hadiarto, pihaknya ingin memastikan apakah anggaran benar-benar dibelanjakan sesuai laporan atau sekadar dicatat tanpa realisasi.

“Ini terkait pertanggung jawaban kegiatan, apakah pertanggung jawaban yang dibuat itu sesuai dengan kenyataan, pernah tidak dibelanjakan ke toko yang bersangkutan, itu kami lakukan cross-check semua,” tambahnya.

Selain memanggil pemilik usaha, Kejari juga telah meminta keterangan sejumlah pejabat kampus, termasuk bendahara dan mantan rektor UPR.

Meski demikian, sampai saat ini pihak kejaksaan belum dapat memastikan jumlah kerugian negara. Hal itu lantaran perhitungan masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kami sudah bersurat juga ke BPKP, diperlukan beberapa dokumen untuk melengkapi data segala macam,” jelas Hadiarto.

Ia menambahkan bahwa lambatnya proses ini salah satunya karena persoalan dokumen yang belum lengkap.

Koordinasi dengan auditor harus dilakukan secara cermat agar hasil perhitungan akurat.

“Karena dokumen-dokumennya banyak yang enggak ada tuh (perlu dilengkapi),” sebutnya.

Meski penyidikan berjalan cukup lama, Hadiarto menegaskan bahwa kasus tersebut tetap diprioritaskan.

Saat ini penyidik masih berfokus memperkuat alat bukti sebelum melangkah pada tahap penetapan tersangka.

“Ada berapa tersangkanya, itu nanti ya. Yang jelas, ada yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan di Pascasarjana UPR,” tegasnya.

Hingga kini, pihak kejaksaan belum mengumumkan siapa saja yang berpotensi menjadi tersangka.

Menurut Hadiarto, penyidik harus berhati-hati agar setiap keputusan dapat dipertanggungjawabkan di persidangan.

“Memang belum ada penetapan tersangka meskipun sudah penyidikan, karena kami harus melengkapi bukti-bukti semua, kebutuhan-kebutuhan pembuktian kami di persidangan nanti, kalau itu sudah lengkap semua baru kami tetapkan tersangka,” pungkasnya.

Sebagai catatan, dugaan korupsi ini mencuat setelah adanya temuan indikasi penyimpangan anggaran di Pascasarjana UPR pada periode 2018–2022.

Kejari Palangka Raya bahkan telah melakukan penggeledahan gedung Pascasarjana pada Rabu, 22 Februari 2024, untuk mengumpulkan dokumen terkait penggunaan dana.

Namun, setelah lebih dari satu tahun berlalu, publik masih menunggu kejelasan arah penanganan kasus ini.

Hingga berita ini diturunkan, Kejari Palangka Raya menegaskan bahwa penyidikan akan berlanjut sampai penetapan tersangka dilakukan.

Kasus ini menjadi salah satu sorotan besar di dunia pendidikan tinggi Kalimantan Tengah, mengingat dugaan penyimpangan terjadi di institusi yang seharusnya menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *