KPK Sita Aset Rp 26 Miliar dalam Kasus Kuota Haji 2024

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan langkah tegas dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Lembaga antirasuah itu menyita sejumlah aset yang diduga berkaitan dengan praktik jual beli kuota tambahan, termasuk uang tunai dalam jumlah besar, kendaraan mewah, serta tanah dan bangunan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyidik telah menyita barang bukti yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
“Sampai dengan saat ini, tim penyidik telah melakukan penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta (atau sekitar Rp 26 miliar), 4 unit kendaraan roda empat, serta 5 bidang tanah dan bangunan,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (2/9/2025).
Meski demikian, Budi menegaskan bahwa identitas pemilik aset tersebut belum dapat disampaikan kepada publik. Ia menambahkan, penyidik masih terus mendalami aliran dana yang diduga berasal dari praktik penyelewengan kuota haji.
“Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” ujarnya.
Penyitaan aset, menurut Budi, tidak hanya menjadi bagian dari pembuktian tindak pidana, tetapi juga langkah awal KPK untuk mengoptimalkan asset recovery atau pemulihan kerugian negara. Dengan nilai kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 1 triliun, KPK menilai upaya pengembalian kerugian negara merupakan prioritas.
Kasus kuota haji ini mencuat setelah KPK menemukan indikasi adanya praktik penyalahgunaan wewenang dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Penyidik menduga, kuota tersebut tidak dialokasikan sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menekankan bahwa aturan yang berlaku sudah jelas mengatur pembagian kuota. “Kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen,” ucap Asep.
Dengan ketentuan tersebut, dari tambahan 20.000 kuota haji, seharusnya 18.400 dialokasikan untuk jemaah reguler dan 1.600 untuk jemaah khusus. Namun, Asep mengungkapkan bahwa praktik di lapangan justru berbeda.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai aturan, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” kata dia.
“Jadi kan berbeda, seharusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh Asep.
Dalam rangkaian penyidikan, KPK telah memanggil sejumlah saksi dari Kementerian Agama, pihak biro perjalanan haji dan umrah, hingga asosiasi penyelenggara. Beberapa lokasi juga telah digeledah, termasuk rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; serta seorang pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Meski pemeriksaan telah dilakukan terhadap sejumlah pihak, KPK belum mengumumkan siapa yang akan dijerat sebagai tersangka. Budi menyebutkan bahwa penyidik masih memerlukan pendalaman bukti, termasuk menelusuri aliran dana yang terhubung dengan pihak-pihak tertentu.
Kasus kuota haji ini menyita perhatian luas masyarakat, mengingat haji adalah ibadah yang menjadi dambaan umat Islam. Dugaan adanya jual beli kuota tambahan menimbulkan kekecewaan publik karena menyangkut keadilan dalam distribusi kesempatan berhaji.
KPK menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini bukan hanya soal pidana korupsi, melainkan juga soal integritas penyelenggaraan ibadah haji. Proses hukum diharapkan dapat memberikan kepastian serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pengelolaan haji di Indonesia. []
Nur Quratul Nabila A