Sidang Gugatan Rp125 Triliun ke Gibran Ditunda, JPN Jadi Sorotan

JAKARTA – Sidang gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menyita perhatian publik. Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (08/09/2025) terpaksa ditunda lantaran kuasa hukum Gibran dianggap tidak hadir oleh majelis hakim. Hakim Ketua Budi Prayitno kemudian menegaskan penundaan tersebut sekaligus memerintahkan pemanggilan ulang pihak tergugat.
“Sidang ditunda untuk perintah pemanggilan tergugat 1 ya,” ujar Budi sebelum mengetuk palu penundaan.
Perkara ini bermula dari gugatan seorang warga bernama Subhan Palal, yang menuntut Gibran selaku tergugat 1 dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat 2. Dalam gugatannya, Subhan menilai pencalonan Gibran sebagai wakil presiden tidak memenuhi syarat yang berlaku, sehingga berimplikasi pada dugaan perbuatan melawan hukum.
Pada sidang perdana, majelis hakim terlebih dahulu memeriksa identitas para pihak. Subhan diminta menyerahkan dokumen identitas, disusul pemeriksaan terhadap perwakilan dari Gibran maupun KPU. Kuasa hukum Gibran diketahui berasal dari Kejaksaan Agung, yakni Ramos Harifiansyah dari Jaksa Pengacara Negara (JPN). Informasi ini dikonfirmasi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna. “JPN-nya Ramos Harifiansyah,” ujar Anang.
Namun, penggunaan jaksa negara sebagai kuasa hukum Gibran menuai perdebatan. Subhan selaku penggugat secara tegas menyatakan keberatan. Ia menilai, gugatan yang diajukan bersifat pribadi, sehingga kehadiran pengacara negara dianggap tidak tepat.
“Saya dari awal menggugat Gibran pribadi kalau dikuasakan ke Kejaksaan, itu berarti negara. Keberatan saya,” kata Subhan di ruang sidang.
Ketegangan muncul ketika Subhan melihat dokumen resmi dengan lambang negara yang diserahkan kuasa hukum Gibran. Ia mempertanyakan legitimasi penggunaan sumber daya negara untuk membela seorang pejabat dalam perkara perdata yang, menurutnya, tidak ada kaitannya langsung dengan tugas kenegaraan.
“Oh ini pakai negara? Ini gugatan pribadi, kenapa pakai jaksa negara?” ucapnya dengan nada heran.
Dalam petitumnya, Subhan menuntut Gibran dan KPU membayar ganti rugi sebesar Rp125 triliun yang disebut sebagai kerugian materiel dan immateriel bagi dirinya dan seluruh warga negara Indonesia. Selain itu, ia juga meminta majelis hakim menyatakan status Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah.
Dengan ditundanya persidangan, sorotan kini tertuju pada langkah hukum berikutnya. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 15 September 2025. Publik menanti apakah keberatan Subhan terkait penggunaan Jaksa Pengacara Negara akan dipertimbangkan majelis hakim, serta bagaimana KPU sebagai pihak tergugat kedua menyusun pembelaannya.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi Gibran secara pribadi, tetapi juga memunculkan perdebatan lebih luas mengenai batasan antara kepentingan individu pejabat negara dengan penggunaan fasilitas negara dalam ranah hukum perdata. []
Diyan Febriana Citra.