Kejari Nabire Ungkap Modus Korupsi Tiket dan Hotel Fiktif

NABIRE – Praktik penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Nabire menetapkan dua pejabat Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nabire sebagai tersangka korupsi. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik mendapati bukti kuat yang menunjukkan adanya manipulasi dana perjalanan dinas tahun anggaran 2023 dengan nilai kerugian hampir Rp900 juta.
Kepala Kejari Nabire, Moh Harun Sunadi, mengungkapkan bahwa proses hukum tersebut ditempuh usai penyidik memeriksa puluhan saksi dan menelaah dokumen pertanggungjawaban anggaran.
“Fakta hukum menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum dengan niat jahat (mens rea) dari kedua tersangka yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp 900 juta,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (09/09/2025).
Dua pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial DK, selaku pengguna anggaran sekaligus pelaksana perjalanan dinas, serta AG, pejabat penatausahaan keuangan (PPK). Keduanya disebut secara aktif menyetujui dokumen fiktif yang menjadi dasar pencairan anggaran.
Kasus bermula dari kegiatan bimbingan teknis di Batam pada 2023 dengan anggaran lebih dari Rp2 miliar. Dari total 39 peserta yang terdiri atas anggota DPRD, staf bagian persidangan, dan staf keuangan, penyidik menemukan berbagai rekayasa dokumen, mulai dari surat perintah perjalanan dinas tanpa tanggal yang jelas, hingga tiket pesawat dan bill hotel palsu.
“Penyidik juga mengungkapkan sejumlah modus yang dilakukan, di antaranya, 22 tiket pesawat dan boarding pass fiktif untuk penerbangan pulang Batam–Nabire terhadap 32 orang, agar lamanya perjalanan bisa dimanipulasi sehingga peserta mendapat uang harian, uang representasi, dan tunjangan lebih besar,” ungkap Harun.
Tak hanya itu, sebanyak 30 bill hotel fiktif juga disertakan meski biaya penginapan sesungguhnya telah ditanggung penyelenggara kegiatan. “Dana yang dicairkan justru dibagi-bagi ke peserta perjalanan, termasuk tersangka,” sambungnya. Bahkan, tujuh orang yang sama sekali tidak mengikuti perjalanan tetap memperoleh dana perjalanan dinas.
Dalam praktiknya, DK diduga menerima Rp39.298.000, sementara AG menerima Rp32.500.000. Meski nominal tersebut relatif kecil dibanding total kerugian, peran keduanya dinilai krusial dalam memuluskan aliran dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan resmi.
Kejari Nabire menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini menjadi bukti komitmen aparat hukum dalam mengawal tata kelola keuangan daerah.
“Kami akan terus bekerja profesional untuk menuntaskan perkara, memulihkan kerugian negara, dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi,” kata Harun.
Kasus ini sekaligus memperlihatkan betapa perjalanan dinas kerap dijadikan celah untuk memperkaya diri maupun kelompok. Publik berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan rakyat di daerah dapat dipulihkan. []
Diyan Febriana Citra.