Roy Suryo-Tifauzia Minta Audiensi DPR Bahas Ijazah Jokowi-Gibran

JAKARTA — Polemik mengenai keabsahan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat. Kali ini, ahli telematika Roy Suryo bersama dokter Tifauzia Tyassuma secara langsung mendatangi Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (09/09/2025).
Kedatangan keduanya bertujuan untuk menyerahkan surat permohonan audiensi sekaligus rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan DPR. Roy menegaskan bahwa langkah ini dilakukan agar isu yang berkembang tidak hanya menjadi perdebatan publik, melainkan juga dibahas secara formal oleh wakil rakyat.
“Permintaan untuk melakukan audiensi atau bahkan mungkin kalau bisa RDP, rapat dengar pendapat tentang temuan-temuan soal pendidikan dan soal hukum,” ujar Roy usai menyampaikan surat ke DPR.
Menurut Roy, pihaknya telah lebih dulu menyampaikan permintaan secara lisan dan mendapat sinyal positif. Karena itu, ia bersama Tifauzia hadir langsung untuk menyerahkan dokumen resmi ke Komisi III dan Komisi X DPR yang membidangi hukum dan pendidikan.
Roy menjelaskan, terdapat dua fokus utama yang ingin mereka sampaikan. Pertama, terkait dugaan ijazah Presiden Jokowi palsu yang sebelumnya ia tuangkan dalam sebuah buku setebal 700 halaman berjudul Jokowi’s White Paper. Ia menyebut buku tersebut disusun dengan pendekatan ilmiah dan berisi fakta yang menurutnya patut diketahui oleh parlemen dan publik.
“Saya memandang perlu, teman-teman wakil rakyat dan juga media, itu mengetahui isi buku itu,” katanya.
Fokus kedua berkaitan dengan latar belakang pendidikan Wakil Presiden Gibran. Saat ini, Gibran sedang menghadapi gugatan perdata terkait ijazah SMA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Roy menyebut hal ini krusial karena ijazah SMA merupakan syarat dasar pencalonan presiden maupun wakil presiden sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
“Selama ini ada yang bilang lulus tahun 2007, ada yang menyebut 2010. Gibran juga sempat menempuh pendidikan di Orchard Road Secondary School, lalu ke Management Development Institute of Singapore (MDIS). Namun ada ketidakjelasan mengenai penyetaraan ijazahnya,” jelas Roy.
Ia bahkan menyinggung bahwa terdapat Surat Keputusan penyetaraan ijazah University Technology of Sydney (UTS) yang justru disetarakan dengan SMA, padahal menurutnya UTS hanya memberikan kursus matrikulasi.
“UTS itu padahal hanya kursus untuk matrikulasi. Kok bisa itu disetarakan dengan SMA? Dasarnya dari mana?” ujarnya.
Roy menegaskan, tujuan utama pengajuan audiensi ini adalah meminta klarifikasi dari pihak terkait, khususnya Kementerian Pendidikan, mengenai prosedur penyetaraan tersebut. Ia berharap DPR dapat memfasilitasi pembahasan secara terbuka agar polemik ini mendapat kepastian hukum.
Dengan langkah ini, Roy dan Tifauzia ingin memastikan bahwa standar pendidikan nasional tetap dijaga, serta tidak menimbulkan kebingungan publik, terlebih karena menyangkut legitimasi dua pejabat negara tertinggi. []
Diyan Febriana Citra.