MAKI Desak KPK Usut Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Gus Yaqut

JAKARTA – Polemik seputar penyelenggaraan ibadah haji 2024 kembali mencuat setelah Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, resmi melaporkan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan itu disampaikan pada Jumat (12/09/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Menurut Boyamin, laporan ini berfokus pada dugaan adanya penyalahgunaan wewenang serta penerimaan anggaran tambahan oleh sejumlah pejabat Kementerian Agama, termasuk eks Menteri Agama. Ia menilai, keterlibatan pejabat tingkat tinggi dalam pengawasan haji tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Jadi, Menteri Agama dan staf khusus enggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri itu sudah jadi amirul hajj, sudah dibiayai negara untuk akomodasi dan uang harian. Pengawas itu adalah dari APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah). APIP itu Inspektorat Jenderal,” ujar Boyamin di hadapan awak media.

Boyamin juga membeberkan adanya dokumen berupa Surat Tugas Nomor 956 Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Inspektur Jenderal Kemenag. Dokumen tersebut, kata dia, menunjukkan bahwa Yaqut dan sejumlah pejabat lain ikut masuk dalam daftar pengawas haji. Ia bahkan menyebut adanya uang harian senilai Rp7 juta yang diterima setiap hari selama 15 hari masa pengawasan.

“Diberikan juga ini uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta, ya, dikali 15 hari, ya berapa itu,” tambah Boyamin.

Dengan dasar itu, MAKI mendesak KPK untuk mendalami kemungkinan adanya konflik kepentingan. Pasalnya, Yaqut yang kala itu masih menjabat sebagai Menteri Agama dianggap merangkap dua peran, penyelenggara sekaligus pengawas.

“Ini salah satu, saya menunjukkan pada KPK, pada teman-teman sekalian bahwa dugaan keterlibatan YCQ, Menteri Agama waktu itu semakin kuat, wong dia sendiri yang menyelenggarakan, masa yang mengawasi dia sendiri,” tegas Boyamin.

Meski begitu, pihak Yaqut membantah tuduhan tersebut. Juru Bicara eks Menteri Agama, Anna Hasbie, menyebut tudingan Boyamin tidak berdasar dan menunjukkan kesalahpahaman terhadap regulasi.

“Pertama, tudingan Boyamin bahwa Menteri Agama dan staf khusus ‘tidak boleh menjadi pengawas haji’ adalah keliru dan tidak memahami regulasi,” kata Anna dalam pernyataannya.

Anna menegaskan bahwa keterlibatan Yaqut dalam tugas pengawasan sesuai aturan yang berlaku, dan tidak ada pelanggaran dalam mekanisme itu. Ia juga meminta publik untuk tidak tergesa-gesa menghakimi sebelum ada kejelasan dari KPK.

Kasus ini menambah panjang daftar persoalan seputar penyelenggaraan ibadah haji 2024. Sebelumnya, KPK juga telah menyinggung adanya dua dugaan modus yang merugikan jamaah, yakni antrean percepatan keberangkatan serta mekanisme pelunasan yang dilakukan mendekati batas waktu.

Kini, sorotan publik tertuju pada langkah KPK dalam menindaklanjuti laporan MAKI. Apakah lembaga antirasuah akan meningkatkan kasus ini ke tahap penyelidikan resmi, atau justru menilai laporan tersebut tidak cukup kuat untuk diproses lebih lanjut. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *