Ahmad Doli: Data Capres-Cawapres Harus Terbuka ke Publik

JAKARTA – Wacana mengenai keterbukaan dokumen persyaratan pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) kembali menuai sorotan. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menilai data-data mendasar yang diminta dalam proses pendaftaran seharusnya dapat diakses publik. Menurutnya, dokumen seperti KTP, ijazah, surat keterangan berkelakuan baik, hingga rekam jejak hukum bukanlah informasi rahasia yang perlu ditutup-tutupi.

“Kalau ingin menjadi pejabat publik, apalagi Presiden, data-data mendasar seperti KTP, berkelakuan baik, tidak pernah menjalani masa hukuman, sampai kelulusan ijazah, itu standar informasi warga negara yang tidak classified. Tidak seharusnya disembunyikan,” kata Doli di Jakarta, Selasa (16/09/2025).

Ia menegaskan, keterbukaan informasi dasar ini penting agar masyarakat memiliki pemahaman yang utuh mengenai latar belakang pemimpinnya. Dengan begitu, publik dapat menilai calon pemimpin tidak hanya dari visi dan misi politik, tetapi juga dari rekam jejak pribadi dan integritas yang tercermin melalui dokumen resmi.

“Dengan mengetahui informasi dasar itu, masyarakat jadi tahu tentang latar belakang pemimpinnya,” ujarnya.

Doli, yang juga menjabat anggota Komisi II DPR, menambahkan pihaknya akan menelusuri lebih jauh kebijakan KPU terkait dokumen yang dikecualikan dari akses publik. Ia mengingatkan bahwa setiap perubahan teknis dalam peraturan KPU (PKPU) harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah.

“Saya nanti coba telusuri dengan teman-teman pimpinan Komisi II. Karena memang dalam undang-undang, kalau KPU ingin melibatkan PKPU itu harus dikonsultasikan dulu dengan DPR dan pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, KPU telah menetapkan dokumen persyaratan capres-cawapres sebagai informasi yang dikecualikan melalui Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025. Keputusan tersebut menyebutkan sebanyak 16 dokumen, mulai dari fotokopi KTP, catatan kepolisian, laporan harta kekayaan, hingga ijazah, tidak bisa dibuka ke publik tanpa persetujuan pihak terkait.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Bagi sebagian pihak, perlindungan data pribadi capres-cawapres dipandang penting demi menghindari penyalahgunaan informasi. Namun, menurut pandangan Doli, justru keterbukaan dapat meningkatkan transparansi dan memperkuat kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Ia menekankan, calon presiden dan wakil presiden adalah figur publik yang akan memimpin lebih dari 250 juta rakyat Indonesia. Oleh karena itu, latar belakang pendidikan, rekam jejak hukum, maupun profil pribadi mereka seharusnya tidak menjadi sesuatu yang tertutup.

“Kalau memang ingin menegakkan prinsip demokrasi, sebaiknya masyarakat diberi kesempatan untuk mengenal lebih jauh siapa sosok yang akan mereka pilih,” pungkasnya.

Dengan polemik ini, perdebatan mengenai batas antara keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi dalam ranah politik tampaknya akan terus berlanjut, terutama menjelang pemilihan umum mendatang. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *