Lima Gugatan UU TNI Diputuskan MK Siang Ini

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi pusat perhatian publik dengan agenda sidang pengucapan putusan terkait Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI). Putusan ini akan dibacakan pada Rabu (17/09/2025) siang di Gedung MK, Jakarta, pukul 13.30 WIB.

Tercatat ada lima perkara uji formil yang akan diputus, masing-masing diajukan oleh pemohon berbeda namun dengan substansi persoalan yang hampir sama. Seluruhnya mempertanyakan keabsahan proses pembentukan UU TNI yang baru disahkan tahun ini.

Perkara pertama dengan nomor 81/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Muhamad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Meila Nurul Fajriah. Gugatan berikutnya, nomor 75/PUU-XXIII/2025, diajukan oleh Muhammad Imam Maulana. Adapun perkara ketiga dengan nomor 69/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Fadhil Wirdiyan Ihsan.

Selanjutnya, perkara keempat dengan nomor 56/PUU-XXIII/2025 terdaftar atas nama Thariq Qudsi Al Fahd dan Tanaya, sementara perkara terakhir dengan nomor 45/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Muhammad Alif Ramadhan bersama Muhammad.

Meski diajukan oleh pihak berbeda, kelima gugatan ini sama-sama menyoroti dugaan pelanggaran prosedural dalam proses legislasi. Para pemohon menilai pembahasan undang-undang dilakukan tanpa keterbukaan informasi yang memadai serta minim partisipasi publik. Oleh karena itu, mereka meminta MK menyatakan UU TNI hasil perubahan tersebut tidak sah dan batal demi hukum.

Salah satu pokok yang dipersoalkan adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap rancangan awal undang-undang. Menurut pemohon, publik seharusnya dilibatkan sejak tahap awal pembahasan agar undang-undang yang lahir benar-benar mencerminkan prinsip demokrasi. Selain itu, terdapat kekhawatiran bahwa proses legislasi yang tertutup dapat berimplikasi pada lemahnya akuntabilitas pengaturan terkait institusi militer.

Sejumlah aktivis menilai sidang ini menjadi ujian penting bagi MK untuk mempertegas perannya sebagai penjaga konstitusi. “Transparansi dan partisipasi publik adalah roh dalam pembentukan undang-undang. Tanpa itu, hasilnya rentan dipersoalkan,” demikian salah satu aktivis hukum dalam keterangannya.

Apapun hasilnya, putusan MK hari ini akan membawa dampak besar. Jika MK mengabulkan permohonan, maka pemerintah dan DPR berpotensi harus mengulang seluruh proses legislasi UU TNI. Sebaliknya, jika ditolak, maka UU tersebut tetap berlaku dan sah digunakan sebagai payung hukum.

Bagi banyak kalangan, putusan ini tidak hanya menyangkut sah atau tidaknya UU TNI, melainkan juga menjadi barometer komitmen negara terhadap keterbukaan, partisipasi publik, dan prinsip demokrasi dalam pembentukan hukum nasional. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *