Staf Ahli Menteri Kehutanan Diperiksa KPK Soal Suap Inhutani V

JAKARTA — Upaya pemberantasan korupsi di sektor kehutanan kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap pengelolaan kawasan hutan di PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V. Langkah terbaru lembaga antirasuah ini menandai keseriusan untuk menelusuri lebih jauh praktik yang diduga merugikan negara sekaligus merusak tata kelola sumber daya alam.
Di antara saksi yang diminta keterangan, tercatat nama Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Dida Migfar Ridha (DMR). Kehadiran Dida di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (17/09/2025), menambah bobot kasus ini karena ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama DMR,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi.
Selain Dida, KPK juga memanggil enam saksi lainnya yang diperiksa di Polresta Bandarlampung, Lampung. Mereka adalah SA, FI, AM, WO, HS, dan BS, yang semuanya tercatat sebagai pegawai PT PML. Pemanggilan sejumlah pihak ini memperlihatkan bahwa kasus suap yang menyeret Inhutani V tidak hanya menyangkut lingkup kecil, melainkan juga melibatkan jaringan lebih luas dari sektor swasta.
Perkara ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 13 Agustus 2025. Sehari setelahnya, tepatnya pada 14 Agustus 2025, KPK menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah Direktur PT PML Djunaidi (DJN), Staf Perizinan SBG Aditya (ADT), serta Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC). Berdasarkan konstruksi perkara, Djunaidi dan Aditya berperan sebagai pemberi suap, sementara Dicky Yuana diduga sebagai penerima.
Dalam pengumuman resmi, KPK juga menyita barang bukti berupa uang tunai 189.000 dolar Singapura, Rp8,5 juta, serta dua unit mobil. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa praktik korupsi di sektor kehutanan masih marak, bahkan melibatkan nilai transaksi yang signifikan.
Kasus ini menyita perhatian publik karena menyangkut pengelolaan kawasan hutan yang seharusnya dijaga untuk kepentingan keberlanjutan lingkungan. Dugaan adanya aliran suap menimbulkan pertanyaan mengenai integritas pejabat dan tata kelola izin kehutanan di Indonesia.
Bagi KPK, pemeriksaan saksi-saksi dari unsur kementerian maupun perusahaan diharapkan dapat membuka tabir lebih jauh mengenai siapa saja pihak yang terlibat. Proses hukum ini dipandang penting bukan hanya untuk menegakkan aturan, tetapi juga sebagai upaya memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar lebih bersih dari praktik koruptif. []
Diyan Febriana Citra.