Sidang Tuntutan Eks Dirut Taspen Digelar Hari Ini

JAKARTA – Proses hukum kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang menyeret dua mantan pejabat penting kembali menjadi sorotan publik. Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, bersama mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto, dijadwalkan menjalani sidang tuntutan pada Kamis (18/09/2025) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Kedua terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana investasi reksadana portofolio PT Taspen tahun anggaran 2019. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai investasi tersebut dilaksanakan tanpa kajian risiko yang matang dan tidak sesuai prinsip kehati-hatian yang seharusnya dijunjung dalam pengelolaan dana publik.
Majelis Hakim yang diketuai Purwanto S Abdullah sebelumnya telah menetapkan rangkaian agenda persidangan. Pada sidang 11 September 2025 lalu, Purwanto menegaskan bahwa tuntutan akan dibacakan pada Kamis ini. Setelah itu, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembelaan atau pleidoi dari terdakwa pada 25 September 2025. “Pleidoi atau pembelaan tanggal 25 hari Kamis,” ujar Purwanto saat persidangan di PN Tipikor Jakarta.
Rangkaian sidang telah dijadwalkan secara ketat. Replik dari jaksa akan dibacakan pada 29 September 2025, diikuti duplik dari pihak terdakwa pada 2 Oktober 2025. Putusan akhir diproyeksikan berlangsung pada 6 Oktober 2025. “Tinggal nanti replik tanggal 29, duplik tanggal 2, putusan tanggal 6. Jadi majelis hakim yang lebih pendek waktunya,” jelas Purwanto.
Kasus ini menjadi perhatian luas bukan hanya karena menyangkut nama besar BUMN, tetapi juga karena dana yang dikelola PT Taspen sejatinya diperuntukkan bagi kesejahteraan jutaan pegawai negeri sipil. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memperkirakan kerugian negara akibat investasi bermasalah ini mencapai Rp1 triliun. Angka tersebut menegaskan betapa besar dampak finansial sekaligus moral yang ditimbulkan dari perkara ini.
Jaksa menilai Kosasih dan Ekiawan berperan aktif dalam menjalankan investasi yang tidak memiliki landasan analisis jelas. Dugaan praktik kerja sama keduanya tidak hanya menyalahi aturan pengelolaan keuangan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap kredibilitas pengelolaan dana pensiun di tubuh BUMN.
Agenda pembacaan putusan pada awal Oktober 2025 akan menjadi titik penentu nasib dua terdakwa. Jika terbukti bersalah, keduanya berpotensi menghadapi vonis berat, mengingat besarnya kerugian negara serta dampaknya terhadap hak-hak pensiunan pegawai negeri sipil. Meski demikian, kesempatan pembelaan melalui pleidoi tetap membuka ruang bagi terdakwa untuk memberikan argumen hukum.
Kasus ini pada akhirnya juga menjadi cermin bagi pemerintah dan BUMN mengenai pentingnya pengawasan, akuntabilitas, serta transparansi dalam mengelola dana publik. Skandal Rp1 triliun ini tidak hanya menguji sistem hukum, tetapi juga komitmen negara untuk melindungi dana rakyat dari praktik korupsi. []
Diyan Febriana Citra.