KPK Tahan 5 Tersangka Kredit Fiktif BPR Jepara Artha

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) pada periode 2022–2024. Kasus ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memperlihatkan bagaimana praktik manipulasi sistem perbankan dilakukan secara sistematis oleh pihak internal.

“Bahwa sebagai upaya asset recovery dalam perkara ini, KPK telah berhasil melakukan penyitaan barang,” kata Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Kamis (18/09/2025) malam.

Kelima tersangka yang kini ditahan yaitu Iwan Nursusetyo (IN) selaku Direktur Bisnis dan Operasional, Ahmad Nasir (AN) Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan, Ariyanto Sulistiyono (AS) Kepala Bagian Kredit, Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA) Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang, serta Jhendik Handoko (JH) Direktur Utama Bank Jepara Artha.

Penyidik KPK menyita sedikitnya 136 bidang tanah dan bangunan senilai Rp60 miliar, serta berbagai aset pribadi milik para tersangka. Dari Jhendik, misalnya, disita uang Rp1,3 miliar, empat unit mobil, dan dua bidang tanah. Sementara dari Ibrahim, KPK mengamankan uang Rp11,5 miliar, satu bidang tanah, serta satu mobil Toyota Fortuner. Sedangkan Ahmad Nasir diketahui memiliki satu bidang tanah rumah dan satu unit sepeda motor yang kini ikut menjadi barang bukti.

Modus korupsi ini berawal dari kredit macet yang membuat kinerja BPR Jepara Artha menurun tajam. Untuk menutup kerugian, Jhendik bersama Ibrahim menyusun skema pencairan kredit fiktif. Dalam periode April 2022 hingga Juli 2023, mereka sepakat mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar.

“Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya,” jelas Asep. Ia menambahkan, debitur yang diajukan dalam dokumen justru berasal dari kalangan pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, hingga pengangguran. “Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur,” tegasnya.

KPK juga menemukan berbagai dokumen yang telah dimanipulasi demi mempermudah pencairan kredit. Para pejabat internal BPR bahkan diduga bersekongkol untuk menuruti instruksi pimpinan.

“JH meminta AN untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian pencairan kredit dan teller BPR Jepara tanpa ada proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan atau hak tanggungan,” ungkap Asep.

Dampak dari praktik ini sangat besar. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara mencapai Rp254 miliar. Selain memperburuk keuangan BPR Jepara Artha, kasus ini juga menggerus kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana di lembaga perbankan daerah.

Saat ini, kelima tersangka telah ditahan, sebagian di antaranya bahkan dijemput paksa. KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan memastikan seluruh kerugian negara dapat dipulihkan melalui penyitaan aset. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *