Hilman Latief Usai Diperiksa KPK: Ditanya Soal Regulasi Haji

JAKARTA – Penyidikan dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 2023–2024 terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief, untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Hilman hadir di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (18/09/2025) pukul 10.22 WIB. Ia baru meninggalkan lokasi sekitar pukul 21.53 WIB setelah dicecar pertanyaan selama kurang lebih 11,5 jam. Seusai pemeriksaan, Hilman menyampaikan bahwa penyidik menanyakan sejumlah hal mengenai regulasi yang melandasi proses haji.
“Saya pendalaman regulasi-regulasi. Regulasi-regulasi yang ada dalam proses haji,” kata Hilman. Ia menambahkan, dirinya juga menjelaskan tahap demi tahap dalam proses pembagian kuota tambahan serta mekanisme keberangkatan jemaah. “Itu sudah disampaikan ke mereka semua ya. Proses yang dilalui, tahapan-tahapan yang dilakukan sampai keberangkatan,” ujarnya.
Pemanggilan Hilman bukan kali pertama. Sebelumnya, pada 8 September 2025, ia juga diperiksa selama 10 jam. KPK menaruh perhatian besar pada peran Ditjen PHU Kemenag karena di sanalah seluruh proses penyelenggaraan haji berpusat.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan, pihaknya menyoroti salah satu kebijakan penting, yakni Surat Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024. Dalam SK tersebut, tambahan 20.000 kuota haji dibagi rata 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus. “Kami sedang mengecek, apakah SK ini muncul atas usulan bawah, dari asosiasi travel, atau ada instruksi dari atasan,” ujar Asep.
Skema pembagian itu diduga menyimpang dari Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur porsi 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Dari kuota tambahan 20.000, sebanyak 10.000 disalurkan ke biro travel swasta. Laporan menyebut, sebagian kuota khusus kemudian diperdagangkan dengan harga berkisar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta per jemaah.
KPK menduga praktik jual beli kuota tersebut merugikan ribuan jemaah reguler yang sudah menunggu giliran bertahun-tahun. Sekitar 8.400 calon jemaah tidak bisa berangkat karena kuotanya dipotong. Dari keuntungan yang diperoleh, sejumlah oknum diduga membeli aset pribadi, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang kini telah disita KPK.
Kasus ini resmi masuk tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 berdasarkan sprindik umum, meski belum ada penetapan tersangka. Kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir melebihi Rp1 triliun.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, mulai dari rumah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas di Condet, Jakarta Timur, hingga kantor travel haji di Jakarta. Beberapa barang bukti berupa dokumen, gawai, serta kendaraan turut disita untuk memperkuat pembuktian.
Dengan perkembangan ini, publik menantikan langkah tegas KPK untuk menuntaskan penyelidikan serta menentukan siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam praktik yang diduga merugikan jemaah dan keuangan negara tersebut. []
Diyan Febriana Citra.