Suap Rp126 Miliar Proyek RSUD Koltim, KPK Dalami Saksi Baru

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami kasus dugaan suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim) yang bernilai ratusan miliar rupiah. Senin (22/09/2025), enam orang saksi dipanggil ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan, termasuk pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Salah satu saksi utama yang hadir adalah Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes RI, Liendha Andajani. Kehadirannya dinilai penting untuk menelusuri lebih jauh dugaan praktik pengaturan anggaran dalam proyek strategis tersebut. Selain Liendha, penyidik juga memeriksa Kabag Pengadaan Barang dan Jasa Kolaka Timur Gusti Putu Artana, pejabat teknis Dinas PUPR Harry Ilmar, Kasubag TU Koltim merangkap anggota pokja Dany Adirekson, seorang PNS bernama Haeruddin, serta staf Ditjen Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Nia Nursania.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama LA, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes RI,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis. Ia menegaskan, detail materi pemeriksaan baru akan disampaikan setelah seluruh proses rampung.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Agustus 2025 yang menjaring 12 orang. Sehari berselang, Bupati Koltim Abdul Azis diamankan usai menghadiri Rakernas Partai NasDem di Makassar. Dari hasil penyelidikan, KPK kemudian menetapkan lima tersangka: Abdul Azis selaku Bupati Koltim nonaktif periode 2024–2029; Andi Lukman Hakim, pejabat Kemenkes yang mengawal proyek; Ageng Dermanto selaku pejabat pembuat komitmen; serta dua pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra, Deddy Karnady dan Arif Rahman.

Modus yang dijalankan terbilang sistematis. Mulai dari pengaturan lelang, penyerahan uang muka puluhan juta, hingga permintaan commitment fee senilai Rp9 miliar atau 8 persen dari nilai proyek Rp126,3 miliar. Suap bahkan disebut digunakan untuk kepentingan pribadi sang bupati.

Padahal, pembangunan RSUD Koltim merupakan bagian dari program Quick Wins Presiden dalam RPJMN 2025–2029, dengan total anggaran nasional Rp4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas 32 RSUD. Alih-alih menjadi jawaban atas kebutuhan layanan kesehatan masyarakat, proyek strategis itu justru dimanfaatkan untuk memperkaya segelintir orang.

KPK menegaskan, penanganan kasus ini bukan sekadar menindak pelaku, tetapi juga memperbaiki tata kelola pengadaan di sektor kesehatan. Korupsi di bidang layanan publik dianggap sangat berbahaya karena langsung merugikan masyarakat, terutama warga Kolaka Timur yang menanti fasilitas kesehatan layak. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *