Pertemuan Paus Leo XIV dengan Diaspora Indonesia Jadi Sejarah

VATIKAN — Pertemuan antara Paus Leo XIV dan sekitar 200 warga negara Indonesia di Vatikan, Senin (22/09/2025), menandai babak baru hubungan diplomatik sekaligus meneguhkan ikatan historis Takhta Suci dengan Indonesia. Audiensi yang berlangsung di Aula Clementina, Istana Vatikan, itu dipandang bersejarah karena melibatkan komunitas rohaniwan-rohaniwati, anggota paguyuban IRRIKA, Rehat, serta keluarga besar KBRI Takhta Suci.
Dalam pidatonya, Paus Leo XIV menegaskan bahwa Takhta Suci telah hadir mendampingi bangsa Asia Tenggara, khususnya Indonesia, sejak awal kemerdekaannya. “Ikatan tersebut telah dibangun di atas rasa hormat, dialog, dan komitmen bersama terhadap perdamaian dan harmoni,” ujarnya.
Pertemuan ini bertepatan dengan tiga momentum penting: satu tahun kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 2024, peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Takhta Suci, serta audiensi perdana yang melibatkan seluruh staf KBRI bersama keluarga. Hubungan resmi kedua negara dimulai pada 13 Maret 1950, namun jauh sebelumnya, pada 1947, Takhta Suci sudah mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan menjadi negara Eropa pertama yang melakukannya.
Paus Leo XIV menggunakan kesempatan ini untuk mengenang perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia. Salah satu momen yang diangkat ialah ketika Paus Fransiskus bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menandatangani Deklarasi Istiqlal demi memperkuat persatuan umat manusia. “Pertemuan audiensi ini merupakan tanda buah-buah iman dan persatuan yang baik,” kata Paus.
Ia memuji umat Katolik Indonesia yang tetap setia menjaga tradisi meski jauh dari tanah air. “Bahkan jauh dari rumah, kalian melestarikan tradisi kalian yang semarak dan saling peduli,” ungkapnya. Paus menilai kerukunan antaragama di Indonesia, meski umat Katolik hanya sekitar 3 persen, merupakan wujud nyata semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ia mengutip kembali pesan Paus Fransiskus di Jakarta bahwa harmoni dalam keberagaman bagaikan karya seni yang dipercayakan kepada setiap orang.
Selain itu, Paus mendorong umat Katolik Indonesia untuk menjadi pembawa persatuan. “Saya mendorong kalian semua untuk menjadi nabi persekutuan di dunia yang begitu sering hendak dipecah-belah dan diprovokasi,” ucapnya. Ia menegaskan, meskipun jalan dialog penuh tantangan, “jalan persahabatan menghasilkan buah perdamaian yang berharga.”
Di penghujung pidato, Paus meminta umat Katolik Indonesia di Roma agar tetap bangga sebagai warga negara sekaligus setia kepada Injil. Ia mengutip ungkapan Mgr Albertus Soegijapranata, “Seratus persen Katolik, Seratus Persen Indonesia,” seraya mempercayakan mereka kepada Santa Perawan Maria, Bunda Gereja.
Audiensi ini merupakan permohonan lama yang diajukan sejak masa Paus Fransiskus, namun baru dapat terwujud setelah diperbarui melalui Kardinal Pietro Parolin.
Hingga kini, terdapat 1.818 rohaniwan dan rohaniwati asal Indonesia di Italia, mayoritas di Roma dan Napoli. Mereka berkiprah di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, pelayanan sosial, hingga misi keagamaan. Paguyuban IRRIKA yang lahir pada 1955 dan Rehat yang menaungi para rohaniwan di pusat ordo serta kongregasi, menjadi motor kebersamaan diaspora Katolik Indonesia di negeri itu.
Pertemuan ini bukan sekadar seremoni, tetapi juga simbol eratnya persahabatan lintas bangsa, lintas budaya, dan lintas agama antara Indonesia dan Takhta Suci. []
Diyan Febriana Citra.