Kasus Gratifikasi Rita Masih Bergulir, KPK Periksa Dua Pejabat Kementerian

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan konsistensinya dalam membongkar kasus dugaan gratifikasi besar yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari. Meski sudah tujuh tahun berlalu sejak vonis dijatuhkan, penyidik KPK masih menelusuri jejak aliran dana dan pihak-pihak yang berpotensi terlibat.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pada Kamis (25/09/2025) lembaga antirasuah memanggil dua pejabat kementerian untuk diperiksa sebagai saksi. Mereka adalah Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Ade Tri Ajikusumah (ATA), serta Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Totoh Abdul Fatah (TAF).
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama ATA selaku Dirjen Planologi Kehutanan Kemenhut, dan TAF selaku Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM,” ujar Budi.
Selain keduanya, seorang saksi lain dari sektor swasta juga turut dipanggil, yakni YF, staf bagian keuangan PT Alamjaya Barapratama. Berdasarkan catatan KPK, YF tiba lebih dahulu sekitar pukul 09.49 WIB, disusul Totoh Abdul pada 10.05 WIB, dan Ade Tri pada 10.06 WIB.
Pemanggilan saksi dari kementerian maupun swasta tersebut dipandang penting untuk memperkuat konstruksi perkara. KPK menduga adanya keterkaitan antara kebijakan strategis di sektor kehutanan dan energi dengan praktik gratifikasi yang dilakukan Rita. Sementara keterlibatan pihak swasta memperlihatkan adanya potensi kolaborasi antara pelaku usaha dan pejabat daerah dalam penyalahgunaan wewenang.
Kasus gratifikasi Rita Widyasari memang menyisakan jejak panjang. Dalam proses penyidikan sebelumnya, KPK telah menyita 91 unit kendaraan, 30 jam tangan mewah, serta lima bidang tanah dengan luas mencapai ribuan meter persegi. Aset-aset tersebut ditaksir bernilai puluhan miliar rupiah.
Rita sendiri pada 2017 dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinyatakan terbukti menerima gratifikasi senilai Rp110,72 miliar yang terkait perizinan proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Meski sudah menjalani hukuman, kasus ini masih memberi dampak signifikan. Bagi publik, proses hukum yang terus berlanjut menjadi penegasan bahwa praktik gratifikasi tidak hanya merugikan negara secara materiil, tetapi juga mengikis integritas birokrasi dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Langkah KPK memanggil pejabat aktif dari kementerian menunjukkan tekad untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam, baik kehutanan maupun pertambangan, bebas dari praktik suap maupun gratifikasi. Upaya ini sekaligus menjadi pengingat bagi pejabat publik agar tidak menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Dengan kasus Rita sebagai contoh nyata, publik kembali menaruh harapan pada KPK untuk tetap konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Integritas pejabat negara di sektor strategis menjadi kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. []
Diyan Febriana Citra.