Maduro Gelar Latihan Militer di Tengah Ancaman Washington

CARACAS – Venezuela kembali menjadi sorotan dunia setelah menggelar latihan militer berskala besar pada Sabtu (27/09/2025). Latihan tersebut melibatkan tentara reguler dan ribuan warga sipil yang tergabung dalam milisi, sekaligus menjadi ajang unjuk kesiapan nasional menghadapi ancaman eksternal maupun bencana alam.
Presiden Nicolas Maduro menekankan bahwa langkah ini diambil bukan hanya untuk menguji kesiapsiagaan menghadapi bencana, melainkan juga sebagai sinyal politik. Pidatonya yang menyinggung “ancaman Amerika Serikat” memperlihatkan bagaimana latihan tersebut diarahkan sebagai bentuk perlawanan simbolis terhadap tekanan Washington.
Latihan diumumkan hanya beberapa jam setelah Venezuela bagian barat diguncang gempa berkekuatan 6,3. Walau gempa tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan besar, Maduro menjadikannya momentum untuk menegaskan bahwa “rakyat harus siap menghadapi segala skenario, mulai dari bencana hingga konflik bersenjata.”
Partisipasi sipil terlihat jelas dalam latihan ini. Warga dilatih menggunakan senjata di barak militer maupun lingkungan perumahan, sementara sekolah dan rumah sakit juga diarahkan ikut serta. Maduro menyebut hal ini sebagai strategi memperkuat seluruh elemen bangsa agar siap menghadapi keadaan darurat apa pun.
Ketegangan antara Caracas dan Washington meningkat setelah Presiden Donald Trump mengerahkan delapan kapal perang serta satu kapal selam bertenaga nuklir ke Karibia selatan. Langkah itu diklaim sebagai operasi pemberantasan narkoba, namun pemerintah Venezuela menudingnya sebagai dalih untuk menekan rezim Maduro.
Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan AS menghancurkan sedikitnya tiga kapal yang dituduh sebagai pengangkut narkoba dari Venezuela. Serangan itu menewaskan puluhan orang dan memicu kecaman pakar PBB yang menyebutnya sebagai bentuk “eksekusi di luar hukum.” Menurut laporan NBC News, militer AS bahkan tengah mempertimbangkan opsi untuk melakukan operasi langsung di wilayah Venezuela.
Di sisi lain, Maduro menyiapkan strategi hukum dengan memegang sebuah map merah berisi rancangan “dekrit kekacauan eksternal.” Jika diberlakukan, dekrit itu akan memberi kewenangan luas kepada pemerintah, termasuk melewati parlemen dan menangguhkan jaminan konstitusi.
Langkah tersebut menuai kekhawatiran dari kelompok HAM. Foro Penal, organisasi hak asasi manusia Venezuela, menilai dekrit darurat berpotensi mengekang kebebasan sipil. Mereka mengingatkan bahwa sejak pemilu ulang yang diperselisihkan pada Juli tahun lalu, ratusan orang telah ditahan dengan alasan politik.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Venezuela kini menghadapi dua tekanan sekaligus: tekanan eksternal dari Amerika Serikat dan masalah internal berupa legitimasi politik serta ancaman terhadap kebebasan rakyatnya. []
Diyan Febriana Citra.